NO WASTING TIME!

Minggu, 07 Maret 2010

Gerakan UN Bersih

Harian Joglosemar / Kamis, 25/02/2010

- Sutrisno

Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) memutuskan untuk mempercepat waktu Ujian Nasional (UN) 2010 satu bulan dari bulan biasanya. Dengan demikian, UN bakal dilaksanakan pada pekan ketiga Maret 2010. Keputusan tersebut diambil lantaran pada tahun yang sama, BSNP menggelar ujian ulangan. Ujian ulangan diberikan kepada siswa yang dinyatakan tidak lulus pada UN reguler. Kalau dahulu, siswa harus ikut Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) atau mengulang tahun depan.
Penyelenggaraan UN ulangan untuk jenjang SD dan sederajat ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 74 Tahun 2009. UN ulangan jenjang SMP, SMA/SMK dan sederajat ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 75 Tahun 2009. Setidaknya tiga tahun terakhir, pelajar yang tidak lulus UN secara otomatis didaftarkan mengikuti ujian nasional paket. Langkah itu disesuaikan dengan anjuran pemerintah untuk mencapai target kelulusan dan percepatan proses pendidikan.
Meskipun kurang mengakomodasi kepentingan pelajar, peraturan itu diakui tidak merepotkan sekolah. Justru, sekolah akan kesulitan kalau harus menahan pelajar yang tidak lulus untuk mengikuti UN tahun selanjutnya. Selain meringankan beban sekolah, UN ulangan menguntungkan para pelajar dari pada ujian nasional paket C.
Dengan adanya UN ulangan, diharapkan tindak kecurangan tidak terjadi lagi. Sebab, siswa yang tidak lulus UN utama dapat mengikuti UN ulangan, dan tidak harus mengulang seluruh materi pelajaran yang diujikan dalam UN. Dalam pelaksanaan UN tahun lalu, siswa yang tidak lulus UN dapat mengikuti UN pada tahun berikutnya dengan mengulang seluruh mata pelajaran, namun dalam UN ulangan itu siswa cukup mengulang mata pelajaran yang tidak lulus.
Untuk menutupi kekurangan UN selama ini, Depdiknas telah menggagas sejumlah terobosan. Antara lain, pada akhir November 2009, Mendiknas Muhammad Nuh menandaskan bahwa UN bukanlah satu-satunya penentu kelulusan siswa. Selain UN, penilaian ujian yang dilakukan sekolah ikut menjadi penentu. Berikutnya, agar hasil UN kredibel, Depdiknas akan menambah porsi keterlibatan perguruan tinggi dalam pelaksanaan UN. Dalam UN 2010 ini, pengawas dari perguruan tinggi diperbolehkan mengawasi di dalam ruang ujian. Selain itu, pencetakan soal UN dan pendistribusiannya juga dilakukan perguruan tinggi. Terobosan lainnya, guru mata pelajaran tertentu tidak boleh menjadi pengawas ketika mata pelajaran yang diampunya sedang diujikan. Yang terbaru, Mendiknas akan membentuk satuan tugas (satgas). Tugas lembaga ini adalah membantu pengawasan UN di berbagai daerah.
Harus diakui bahwa pelaksanaan UN telah melahirkan penyimpangan. Hal itu disebabkan adanya keinginan untuk menaikkan gengsi suatu sekolah, untuk mengatrol ambisi guru dan kepala sekolah, serta untuk menaikkan popularitas dan “keberhasilan” bupati/wali kota/gubernur/kepala dinas pendidikan terjadilah pelanggaran kolektif. Para guru memberitahukan jawaban soal di menit-menit akhir ujian, membocorkan soal, mengirim pesan singkat melalui handphone, dan seterusnya.
Sejumlah akar permasalahan yang menjadi penyebab ketidakjujuran pelaksanaan UN antara lain; pertama, adanya kekhawatiran pihak sekolah dalam hal ini oknum guru, bahwa hasil nilai UN mata pelajaran yang dipegang sang guru akan berada di bawah nilai standar UN sebagaimana yang ditentukan oleh BSNP.
Kedua, adanya beban moral bagi guru pengasuh mata pelajaran UN untuk mengangkat nilai UN mencapai nilai standar yang sudah ditetapkan. Ini akan membawa nama baiknya bukan hanya di sekolah namun juga di mata sekolah lain. Ketiga, adanya kekhawatiran oknum pimpinan sekolah/yayasan akan banyak siswanya yang tidak lulus UN dan secara otomatis akan berdampak pada gengsi sekolah itu sendiri. Keempat, disinyalir ada campur tangan pihak-pihak lain yang terkait yang mendukung terjadinya ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN.
Tanpa menyangkal bahwa gejala kemerosotan moral memang selalu terjadi, sulit untuk menutup mata terhadap penafsiran bahwa gejala itu menunjukkan rasa tidak percaya diri yang sedemikian besar dalam menghadapi UN. Karena itu, kecurangan UN adalah sebuah pemberontakan secara diam-diam (silent berayal) dari sekolah, siswa, dan guru terhadap pembuat kebijakan UN. Ketika protes terbuka bukan sebuah pilihan yang menarik dan menyiapkan diri dengan berbagai dril sekeras-kerasnya berakhir dengan frustrasi dan depresi, kecurangan UN adalah sebuah keniscayaan.
Yang dibutuhkan sekarang adalah gerakan UN bersih. Siswa harus mampu melampaui sistem evaluasi secara jujur sesuai dengan kemampuan. Meskipun kepala daerah, kepala dinas pendidikan, atau kepala sekolah, atau siapa pun yang membocorkan soal ujian itu, peserta ujian harus merasa malu menerima bocoran tersebut, sehingga mereka melaksanakan ujian sesuai kemampuan. Aparat berwajib harus menjatuhkan sanksi bagi pembocor ujian secara serius, bukan basa-basi, apalagi sekadar aksi di depan publik.
Semua pihak harus memberi roh kejujuran kepada siswa agar mereka merasa malu melakukan tindakan curang, bukan sebaliknya malah mengajarkan siswa menempuh jalan pintas. Sebab, sekolah pada hakikatnya simulasi hidup bernegara dan bertanah air. Pada kehidupan nyata, bangsa Indonesia sedang dihantui oleh sikap tak jujur, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang nyaris membangkrutkan negara. Jika tindak kecurangan tidak diputus sejak anak mengenyam pendidikan, niscaya gerakan hidup bersih, pemberantasan korupsi, dan pemberantasan mafia hukum percuma saja.
Pelaksanaan UN yang benar tidak bisa dilepaskan dari tegaknya nilai moral para insan pendidikan, dari mulai pejabat di dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, para siswa dan wali murid, bahkan pimpinan daerah dan pimpinan negara. Dibutuhkan kemauan keras dari para guru dan kepala sekolah untuk dapat melaksanakan UN secara benar dan jujur. Selain itu, dukungan secara aktif dari Dinas Pendidikan setempat serta dukungan masyarakat akan sangat membantu gerakan UN bersih.
Termasuk, optimalisasi pengawasan yang dilakukan oleh petugas tim pengawas independen (TPI). TPI diharapkan bekerja secara profesional dan tidak sekadar formalitas menyaksikan pelaksanaan ujian. TPI harus menjaga idealisme, moralitas, kredibilitas, integritas, dan tanggung jawab dalam tugasnya. TPI dapat bekerja sama dengan satgas bentukan Mendiknas untuk mengawasi ujian di daerah.
Terakhir, UN 2010 harus menjadi titik awal gerakan UN bersih dan jujur. Gerakan UN bersih setiap tahun memang harus menjadi komitmen bersama.
Penulis adalah guru SMPN 1 Wonogiri, tinggal di Pajang, Laweyan, Solo.

0 komentar: