NO WASTING TIME!

Selasa, 17 Januari 2012

2012: Momentum Indonesia Bangkit

Oleh Sutrisno

Tahun 2011 berlalu dan meninggalkan catatan sejarah. Elisabeth Kubler-Ross dalam On Death and Dying (1968) sebagaimana dikutip Paulinus Yan Olla (2007), mengatakan dalam hidup personal dapat menjadi gambaran negara yang sakit. Indonesia sedang sakit, sekarat secara sosial, politis, ekonomis maupun peradaban. Analisis politis dan hukum menunjukan, elit kian sejahtera, tetapi rakyat tetap merana. Penegakan hukum lesu, penanganan korupsi tidak menyentuh koruptor besar. Legislatif atau eksekutif tidak banyak memperbaiki kondisi bangsa. Pelanggar HAM sulit diadili. Banyak kebijakan menyakitkan hati rakyat.
Paling tidak, itulah catatan buruk perjalanan kehidupan bangsa ini selama tahun 2011. Kesuraman akhir tahun 2011 dapat berlanjut kesuraman tahun baru 2012. Yang diharapkan adalah awal tahun dapat membuka harapan-harapan baru sebagai pilihan yang dijadikan program pembenahan diri dan bangsa.
Tahun 2012 seharusnya menjadi tahun harapan akan kemajuan dalam berbagai bidang. Namun, harapan-harapan, yang bukan ilusi-ilusi, sebagai sasaran pilihan dipengaruhi juga berbagai peristiwa internasional atas nama isu pasar bebas atau foundamentalisme pasar, terorisme, naiknya harga minyak mentah dunia, bencana alam diberbagai belahan bumi, tidak kekerasan sebagai ikon global, cara pergantian berbagai pemerintah di dunia, dan kemiskinan dunia ketiga akibat ketidakadilan adalah isu yang akan sangat mempegaruhi seting politik dan kekuasaan serta pembangunan di tanah air.
Namun, jangan terbatas sampai menyalahkan ekonomi pasar, neoliberalisme atau globalisasi jika menyaksikan dan mengalami kesenjangan yang berlangsung terus antara sesama warga. Malaysia, Thailand, Korea Selatan, China hidup dalam kondidi global yang sama. Mengapa mereka melangkah maju memperbaiki kondisi kehidupan rakyat, bangsa, dan negaranya dan kita masih terus ketinggalan?
Kita tidak boleh berhenti membangun harapan karena negeri ini tetap memiliki potensi besar untuk maju. Sumber daya manusia yang kita miliki tidak kalah dibandingkan dengan sumber daya manusia negara lain. Hanya saja, mereka tidak pernah diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan terbaik yang mereka miliki. Kita sering tidak percaya dengan kemampuan anak-anak bangsa kita sendiri.
Setidaknya ada beberapa faktor utama yang menyebabkan Indonesia sering kali mengalami kendala serius untuk bangkit. Jika tidak diselesaikan, kendala ini dalam jangka panjang bisa menjadi faktor yang merusak bangsa dari dalam, sehingga peluang untuk bangkit akan jauh lebih sulit di masa depan.
Pertama, rendahnya jaminan negara dalam mewujudkan kemakmuran dan keadilan bagi rakyatnya. Negeri ini seolah bukan lagi milik rakyat, karena kemakmuran dan kesejahteraan dalam standar minilal pun tak dirasakan rakyat. Sebaliknya para elite politik bergelimang harta dan kekuasaan. Elite ekonomi berlomba dan menumpuk pundi-pundi uang, menjarah hasil hutan, laut, emas, dan logam hingga habis. Kaum intelektual pun terperosok dalam kubangan permainan elite kekuasaan dan uang. Maka, lengkaplah sudah derita rakyat.
Kedua, bangsa ini tidak memiliki karakter sebagai bangsa. Masyarakat kita dinilai malas, pesimistis, tidak disiplin, tidak punya mimpi besar, tidak mampu kerja keras, tidak solider, individualis, dan sebagainya. Tidak heran bila budaya korupsi dan kekerasan tumbuh subur di negara ini.
Ketiga, belum munculnya kepemimpinan nasional yang kuat. Kepemimpinan yang demikian bertugas menjaga dan mengembangkan ideologi nasional secara konsisten serta mengawal kelangsungan tahapan-tahapan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tugas ini mengharuskan adanya pola kepemimpinan yang meletakkan proses pembangunan bangsa sebagai pekerja jangka panjang, sehingga capaian-capaian yang dibuat tidak sekedar memenuhi kepentingan lima tahunan.
Oleh karena itu, tahun 2012 harus dijadikan momentum Indonesia untuk bangkit. Spenser Jhonson dalam bukunya, The Present, mengatakan hari ini adalah hadiah atau dalam bahasa yang lebih dalam merupakan sebuah anugerah. Maka selayaknyalah kita memandang setiap pergantian waktu dengan sikap yang prospektif dan optimis di tengah berjubelnya persoalan dan tantangan yang dihadapi.

Kesadaran Kembali
Pada pengunjung 2011, sebuah kado diberikan sebuah lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings yang memasukkan Indonesia ke dalam invesment grade kali pertama sejak krisis moneter tahun 1997. Fitch Rating manaikkan peringkat utang Indonesia dari BB+ menjadi BBB. Lembaga rating lain, seperti Standard & Poor (S&P) serta Moody’s diperkirakan juga manaikkan peringkat utang Indonesia pada 2012.
Goldman Sach pernah meramalkan Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia nomor tujuh. Lembaga pemeringkat itu memasukan RI dalam kelompok Next 11, bersama Turki, Korea Selatan, Meksiko, Iran, Mesir, Pilipina, Pakistan, Vietnam, dan Bangledesh. Indonesia dimasukkan dalam empat negara calon kekuatan baru dunia dengan produk domestik bruto (PDB) diperkirakan mencapai US$30,2 trilliun pada 2030, melampui negara industri maju yang masuk kelompok (G-7). Sementara itu, Morgan Satanley malah mengusulkan Indonesia masuk kelompok BRIC sehingga menjadi BRICI.
Optimisme dalam tahun 2012 juga perlu diiringi dengan satu kesadaran kembali bagaimana memulihkan kembali jiwa dan semangat keindonesiaan kita untuk bangkit dan berjuang memperbaiki negara , bangsa, dan tanah air. Pakar politik terkemuka Peter Evans menyarankan untuk bringing state back in, membawa kembali negara sesuai fungsinya dalam kapasitas negara yang cukup untuk melakukan proses modernisasi dan kesejahteraan bersama.
Samuel P Huntington dalam Culture Matters (2000) mengatakan, kunci bagi sebuah bangsa untuk mewujudkan mimpinya bergantung pada sejauh mana mereka membangun sebuah kultur bangsanya. Kultur bekerja keras, disiplin, sikap hemat, bangga dengan apa yang dihasilkan sendiri, tak mudah menyerah, mau bekerja sama, mau menghormati orang lain, dan kultur tak mau kalah.
Karena itu, berbagai tantangan atau resistensi terhadap berbagai kemajuan, sesuai pilihan yang diharapkan harus diatasi. Sukses di dalam mengatasi tantangan tergantung pada usaha nyata dan sungguh-sungguh untuk memenuhi berbagai harapan dan meraih pilihan-pilihan. Jika harapan-harapan gagal atau tak terpenuhi, maka kesuraman tahun lalu akan menjadi penyebab kesuraman baru yang lebih kelam di tahun yang seharusnya menjadi tahun harapan dan bukan tahun putus asa. Selamat bertahun baru 2012.

Penulis adalah Guru SMPN 1 Wonogiri

*) Dimuat di Harian Solopos / Senin, 2 Januari 2012

0 komentar: