NO WASTING TIME!

Selasa, 17 Januari 2012

Menanti Pembuktian Pimpinan KPK

Oleh Sutrisno

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai pimpinan baru. Mereka adalah Abraham Samad, Bambang Widjajanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain. Dari antara lima orang yang menjadi pimpinan baru itu, DPR melalui pemungutan suara menjatuhkan pilihan kepada Abraham Samad, seorang advokat di Makassar yang juga penggiat antikorupsi sebagai ketua KPK.
Kita menaruh harapan besar kepada pimpinan baru KPK Abraham Samad karena kita membutuhkan hadirnya sebuah momentum yang baru dalam pemberantasan korupsi. Ketika KPK pertama di bawah pimpinan Taufiequrahman Ruki terbentuk, momentum itu dimanfaatkan betul oleh pimpinan KPK ketika itu untuk menciptakan pukulan besar (big bang).
Saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Abraham menginginkan KPK tidak lagi hanya menangkapi koruptor kelas teri. Doktor hukum itu menghendaki lembaga antikorupsi itu lebih fokus membongkar korupsi-korupsi skala besar, yang dia istilahkan sebagai big fish. Memang selama kepemimpinan sebelumnya, KPK tidak pernah menunjukkan kehebatannya dengan berbagai kewenangan luar biasa yang dimilikinya untuk membongkar tindak pidana korupsi yang menggerogoti uang negara dalam jumlah besar.
Kini Abraham Samad yang terpilih sebagai ketua baru KPK patut membuktikan janjinya untuk membongkar kasus-kasus korupsi besar. Salah satu tuga utama yang dibebankan kepada Abraham Samad, adalah penuntasan skandal Bank Century yang menurut audit Badan Pemerikas Keuangan (BPK) ada indikasi terjadi kerugian uang negara seebasar Rp 6,7 triliun. KPK jangan beralasan tidak menemukan unsur pidana korupsi dalam pengucurann dana talangan Bank Century. Apalagi DPR sudah merekomendasikan bahwa bailout bank tersebut melanggar aturan, dan karena itu sejumlah nama perlu dimintai pertanggungjawaban, termasuk Wapres Boediono yang saat itu menjabat Gubernur BI.
Apalagi, menurut Anggota Pansus Bank Century dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, ada bukti baru dalam kasus Bank Century. Bukti itu berupa adanya dua hingga tiga surat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang juga Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) saat itu, kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bukti ini menggugurkan klaim atau argumentasi yang menekankan bahwa Presiden tidak tahu apa-apa tentang dana talangan untuk Bank Century.
Begitu pula dalam kasus suap pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia, puluhan politisi senayan sudah dihukum masuk penjara. Ada orang yang didakwa menerima suap, tapi KPK belum juga bisa menjerat siapa pemberi suap. Wajar bila dari perjalanan pengusutan kasus itu, muncul penilaian lembaga yang ditakuti para koruptor itu tebang pilih, memilah-milah mana yang bisa dijadikan tersangka dan siapa yang harus dijauhkan dari daftar tersangka.
Keseriusan KPK juga ditunggu setelah Nunun Nurbaetie tertangkap. Kebetulan suami Nunun adalah Adang Daradjatun, anggota Komisi III, yang ikut memilih para pemimpin KPK. Tertangkapnya Nunun menjadi ujian awal dan pembuktian bagi KPK dalam membongkar kasus-kasus korupsi besar lainnya. Oleh karena itu, tidak ada jalan bagi KPK selain menuntaskan kasus suap cek pelawat sebagai “pintu masuk” bagi penuntasan kasus-kasus korupsi lain.


Lalu kasus Gayus Tambunan. Sejauh ini KPK tidak berani menyeret atasan Gayus yang lebih tinggi lagi, Bagaimana Gayus bisa seperkasa itu bila tanpa sepengetahuan atasan? Termasuk beberapa perusahaan besar yang menyuap Gayus juga belum diusut dan diperiksa.
Juga kasus M Nazaruddin. Sejauh ini sejumlah nama pejabat dan politisi telah disebut dalam gurita korupsi yang diduga melibatkan bekas anggota DPR itu, dari proyek wisma atlet SEA Games Palembang hingga proyek Stadion Hambalang, Bogor. KPK harus memeriksa dan mengusut semua politikus dan pejabat sebagaimana tudingan Nazaruddin. KPK bisa berpijak pada Pasal 21 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur ancaman pidana bagi siapa pun yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan KPK baik secara langsung maupun tidak langsung.
Inilah momentum berharga untuk membuktikan kepada publik, bahwa hukum masih bisa ditegakkan. Bahwa semua orang, tak terkecuali Anggota DPR, ketua parpol besar, bahkan parpol penguasa pun tunduk di muka hukum.
Menarik apa yang diungkapkan Busyro Muqoddas, salah satu pimpinan KPK terpilih, dalam acara memperingati hari Antikorupsi Internasional, Jumat (9/12) lalu bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia telah berkembang semakin masif. Korbannya pun, semakin bertambah. Jika tidak diberantas secara sistemik, korupsi berpotensi merusak budaya bangsa.
Kita berharap, Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya bisa menjadi sosok pendekar KPK dan tidak mudah terbujuk godaan. Jadikan KPK sebagai “kucing ganas” yang siap memangsa para koruptor. Bersama Abraham Samad, KPK wajib bekerja lebih keras, meningkatkan kinerjanya sehingga penyidikan satu kasus tidak memakan waktu lama, bertahun-tahun. Termasuk, melakukan perubahan ke arah pola pikir progresif-reformatif dan mau menanggalkan tradisi lama seperti enggan menyentuh koruptor kakap yang dekat pada kekuasaan. Kita menanti pembuktian Abraham Samad Cs. Selamat bertugas pimpinan baru KPK!

*) Dimuat Di Harian Wawasan / Kamis, 15 Desember 2011

0 komentar: