NO WASTING TIME!

Kamis, 03 April 2014

Kriteria Pemimpin Masa Depan

Hampir sepanjang hari rakyat sudah capek dengan dagelan dan sirkus yang dimainkan elite politik yang ujungnya hanya menyengsarakan rakyat. Lihat saja jumlah penduduk miskin bertambah (dalan realita di lapangan), lingkungan hidup bertambah rusak, sejumlah masalah kemanusiaan terabaikan, kekerasan merebak, dan korupsi makin membudaya. Belum lagi persoalan keterlambatan pemerintah untuk turun tangan dalam menangani banyak hal yang terjadi karena musibah dan persoalan kemanusiaan lainnya.

Maka, disini dibutuhkan pemimpin yang kuat. Untuk melahirkan pemimpin yang kuat, janganlah diserahkan begitu saja kepada sistem yang digunakan selama ini, termasuk juga soal mekanisme yang digunakannya. Kita perlu melaksanakan pencerahan publik tentang pentingnya Pemilu bisa dijadikan sebagai ajang mencari pemimpin yang benar-benar mampu memberikan solusi agar bangsa ini bisa bangkit dari keterpurukan.

Harus diakui bahwa masih mengentalnya paradigma kekuasaan sebagai tujuan di kalangan politisi kita itu menjadi sebab terbesar tidak pernah terjadinya perubahan sosial dan politik dalam kehidupan kebangsaan. Penguasa datang silih berganti, pemilu dilakukan setiap kali, serta anggota Dewan dilantik setiap waktu, tapi reformasi politik dan pemberdayaan politik rakyat tidak pernah betul-betul terjadi.

Pergantian kekuasaan hanya identik dengan pergantian orang dan penyingkiran lawan yang dulu berkuasa.Kekuasaan baru juga hanya menjadi pundi-pundi pengeruk dana partai untuk memakmurkan keluarga dan mengisi kas partai. Sementara pemberantasan KKN, penegakan hukum, pembaharuan budaya politik dan birokrasi semakin jauh dari agenda kebijakan pengelola negara. Padahal, kekuasaan pada dasarnya adalah jalan untuk melakukan perubahan masyarakat dan meninggalkan tradisi lama yang dahulu dikritiknya.

Oleh karenanya, menurut Jakob Oetama (2004), dalam kekuasaan mutlak diciptakan keseimbangan yang baik antara government (pemerintah) dan governance (pemerintahan). Untuk menciptakan governance yang baik, maka government-nya harus juga baik. Ibaratnya, good governance tidak akan ada tanpa hadirnya clean government. Pada paradigma kekuasaan sebagai jalan untuk menyejahterakan rakyat itu, pemimpin dan kepemimpinan mestinya mampu melahirkan sebuah motivasi baru dalam berbangsa dan bernegara. Pemimpin yang baik memang bukanlah pemimpin yang hanya bisa memerintah, minta dilayani,serta gemar menggunakan fasilitas negara.

Tulisan ini akan memberikan sejumlah kriteria calon pemimpin masa depan. Mengutip pendapat Saurip Kadi dalam bukunya Mengutamakan Rakyat (2008) ada beberapa kriteria calon pemimpin masa depan. Pertama, tidak takut risiko atau pemberani. Ia harus dominan decisive, yaitu pemimpin yang bisa mengambil keputusan karena intuisi, nurani, dan kata hatinya.

Kedua, memiliki solusi dan visi baru dalam pengelolaan negara. Sebab, tanpa solusi dan visi baru ia sesungguhnya hanya melanjutkan apa-apa yang ada selama ini yang nyata-nyata telah mengantar bangsa dan negara ini terpuruk. Tanpa visi yang baru, niscaya ia menempatkan jabatan hanyalah sebagai tujuan, yang penting pernah dicatat dalam sejarah bahwa dirinya pernah menjadi presiden. Visi dan misi para calon pemimpin haruslah dilihat sebagai gambaran akan masa depan bangsa.

Dalam bahasa Ignas Kleden (2003), pemimpin yang visioner adalah orang yang mempunyai desain masa depan Indonesia. Maka, dia harus memiliki gambaran tentang bagaimana keadaan, nasib, dan bentuk Indonesia ini 10–20 tahun mendatang. Sesungguhnya rakyat sekarang ini butuh harapan baru, naungan, pengayoman, solusi dan keteladanan, bukan himbauan dan pembenaran-pembenaran atas keberhasilan dalam mengelola negara, namun realitanya kehidupan bangsa ini makin mengenaskan.

Ketiga, tidak terlibat dendam masa lalu. Bagaimanapun ia yang menjadi bagian dari persoalan masa lalu sesungguhnya ia yang harus ikut diluruskan, ia yang harus dicuci agar ke depan menjadi bersih, lantas bagaimana mungkin mereka menjadi pemimpin yang akan membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan, sementara ia adalah bagian dari masa lalu yang telah mengantar bangsa ini mengalami krisis yang berkepanjangan.

Keempat, mempunyai integritas moral tinggi sehingga mampu membedakan yang hak dan bathil. Begitu dahsyatnya kerusakan moral elite bangsa maka yang dibutuhkan adalah lintasan panjang perjalanan hidup sang pemimpin yang secara faktual telah membuktikan menyatunya kata dan perbuatan. Kelima, pemimpin yang mengutamakan rakyat sesuai dengan tuntutan kekinian. Ke depan tidak bisa lagi pemimpin yang tidak punya sence of crisis atas nasib bangsanya. Ia juga pemimpin yang kepeduliannya tinggi terhadap pengaruh lingkungan strategis.

Keenam, kepemimpinan Indonesia baru harus menghargai kemajemukan (pluralitas), keterbukaan (transparansi), menjunjung tinggi azaz kesetaraan (egaliter), demokratis, kompatibel dengan tuntutan global sehingga mampu berdialog dengan berbagai kekuatan global, namun tidak tercerabut dari kepentingan lokal kerakyatan. Justru kepemimpinan Indonesia baru harus mampun mengartikulasikan dan mendialogkan potensi lokal kerakyatan dengan kecenderungan dan potensi global dalam satu sinergi untuk menuju peradaban manusia yang adil di masa mendatang.

Ke depan segala sesuatu yang ditawarkan pemimpin dan apalagi yang diperjanjikan harus dapat diukur secara nalar oleh rakyat kecil sekalipun dan secara terukur pula kelak bisa ditagihnya saat ia menjalankan kekuasaan. Dan konsep yang ditawarkan pun haruslah yang sistemik, realistik, dan juga pragmatik. Dalam hal pemberantasan korupsi umpanya, ia harus mampu menjelaskan bagaimana secara sistenik korupsi bisa diberantas, sehingga faktor kesempatan bagi siapa pun yang terlibat dalam pengelolaan kekuasaan, termasuk bagi dirinya kelak kalau terpilih jadi presiden, bagi anggota DPR, menteri, seterusnya sampai ke panitia tender, bupati, camat, lurah, tukang pungut pajak dan tukang kebun, serta rakyat sendiri menjadi begitu sangat kecil. Kesempatan yang begitu kecil bila dihadapkan dengan risiko yang bakal ditanggung bila ketahuan, akan membuat korupsi menjadi tereleminasi dengan sendirinya.

Dengan pemaparan sejumlah kriteria pemimpin masa depan di atas, diharapkan publik memiliki alternatif pertimbangan dalam menentukan pilihan pada Pemilu 2014 nanti, lebih dari itu syukur kalau bisa melahirkan kekuatan rakyat yang mampu “menekan” elite bangsa dan pengurus partai agar Pemilu 2014 bisa dijadikan sarana untuk memilih pemimpin yang bisa memberi jaminan bangsa ini bisa keluar dari keterpurukan guna membangun peradaban barunya yang dilandasi oleh sifat-sifat keutamaan yang berintikan keselarasan, cinta, dan ambeg paramaarta (makna terdalamnya adalah pemurah dan pengampun yang berarti pula memaafkan dan menjaga). Semoga.

Oleh Sutrisno, Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Mahasiswa (UMS)

Dimuat di Harian Wawasan / Kamis, 2 Januari 2014

0 komentar: