Mendamba UN yang Jujur
OPINI | Dimuat di Jurnal Nasional pada Senin 18 April 2011
Sertifikasi Otomatis Cetak Guru Profesional?
Dimuat di Harian Solopos pada Selasa 4 Nopember 2008
Wajah Bopeng Pendidikan Kita
Refleksi Hardiknas
Kaji Ulang Ujian Nasional
Dimuat di Jurnal Nasional pada Sabtu 11 Mei 2013
Setelah RSBI dibubarkan
OPINI | Sutrisno, Guru SMPN 1 Wonogiri
Jumat, 18 November 2022
Jumat, 30 September 2022
SEJARAH PERJUANGAN MENUMPAS PKI DI INDONESIA
SEJARAH YANG TIDAK BOLEH DILUPAKAN OLEH KITA SEMUA
Tgl 31 Oktober 1948 :
Muso dieksekusi di Desa Niten Kecamatan Sumoroto Kabupaten Ponorogo. Sedang MH. Lukman dan Nyoto pergi ke Pengasingan di Republik Rakyat China (RRC).
Akhir November 1948 :
Seluruh Pimpinan PKI Muso berhasil dibunuh atau ditangkap, dan Seluruh Daerah yang semula dikuasai PKI berhasil direbut, antara lain :
1. Ponorogo,
2. Magetan,
3. Pacitan,
4. Purwodadi,
5. Cepu,
6. Blora,
7. Pati,
8. Kudus, dan lainnya.
Tgl 19 Desember 1948
Agresi Militer Belanda kedua ke Yogyakarta.
Tahun 1949 :
PKI tetap Tidak Dilarang, sehingga tahun 1949 dilakukan Rekontruksi PKI dan tetap tumbuh berkembang hingga tahun 1965.
Awal Januari 1950 :
Pemerintah RI dengan disaksikan puluhan ribu masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Trenggalek, melakukan Pembongkaran 7 (Tujuh) Sumur Neraka PKI dan mengidentifikasi Para Korban. Di Sumur Neraka Soco I ditemukan 108 Kerangka Mayat yg 68 dikenali dan 40 tidak dikenali, sedang di Sumur Neraka Soco II ditemukan 21 Kerangka Mayat yang semuanya berhasil diidentifikasi. Para Korban berasal dari berbagai Kalangan Ulama dan Umara serta Tokoh Masyarakat.
Tahun 1950 :
PKI memulai kembali kegiatan penerbitan Harian Rakyat dan Bintang Merah.
Tgl 6 Agustus 1951 :
Gerombolan Eteh dari PKI menyerbu Asrama Brimob di Tanjung Priok dan merampas semua Senjata Api yang ada.
Tahun 1951 :
Dipa Nusantara Aidit memimpin PKI sebagai Partai Nasionalis yang sepenuhnya mendukung Presiden Soekarno sehingga disukai Soekarno, lalu Lukman dan Nyoto pun kembali dari pengasingan untuk membantu DN Aidit membangun kembali PKI.
Tahun 1955 :
PKI ikut Pemilu Pertama di Indonesia dan berhasil masuk empat Besar setelah MASYUMI, PNI dan NU.
Tgl 8-11 September 1957 :
Kongres Alim Ulama Seluruh Indonesia di Palembang–Sumatera Selatan Mengharamkan Ideologi Komunis dan mendesak Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Pelarangan PKI dan semua Mantel organisasinya, tapi ditolak oleh Soekarno.
Tahun 1958 :
Kedekatan Soekarno dengan PKI mendorong Kelompok Anti PKI di Sumatera dan Sulawesi melakukan koreksi hingga melakukan Pemberontakan terhadap Soekarno. Saat itu MASYUMI dituduh terlibat, karena Masyumi merupakan MUSUH BESAR PKI.
Tgl 15 Februari 1958 :
Para pemberontak di Sumatera dan Sulawesi Mendeklarasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), namun Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan dipadamkan.
Tanggal 11 Juli 1958 :
DN Aidit dan Rewang mewakili PKI ikut Kongres Partai Persatuan Sosialis Jerman di Berlin.
Bulan Agustus 1959 :
TNI berusaha menggagalkan Kongres PKI, namun Kongres tersebut tetap berjalan karena ditangani sendiri oleh Presiden Soekarno.
Tahun 1960 :
Soekarno meluncurkan Slogan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI.
Tgl 17 Agustus 1960 :
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang "PEMBUBARAN MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia)" dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam Pemberotakan PRRI, padahal hanya karena ANTI NASAKOM.
Medio Tahun 1960 : Departemen Luar Negeri AS melaporkan bahwa PKI semakin kuat dengan keanggotaan mencapai 2 Juta orang.
Bulan Maret 1962 :
PKI resmi masuk dalam Pemerintahan Soekarno, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri Penasehat.
Bulan April 1962 :
Kongres PKI.
Tahun 1963 :
PKI Memprovokasi Presiden Soekarno untuk Konfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara” melawan Malaysia.
Tgl 10 Juli 1963 :
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), lagi-lagi hanya karena ANTI NASAKOM.
Tahun 1963 :
Atas desakan dan tekanan PKI terjadi penangkapan Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama Anti PKI, antara lain :
1. KH. Buya Hamka,
2. KH. Yunan Helmi Nasution,
3. KH. Isa Anshari,
4. KH. Mukhtar Ghazali,
5. KH. EZ. Muttaqien,
6. KH. Soleh Iskandar,
7. KH. Ghazali Sahlan dan
8. KH. Dalari Umar.
Bulan Desember 1964 :
Chaerul Saleh Pimpinan Partai MURBA (Musyawarah Rakyat Banyak) yang didirikan oleh mantan Pimpinan PKI, Tan Malaka, menyatakan bahwa PKI sedang menyiapkan KUDETA.
Tgl 6 Januari 1965 :
Atas Desakan dan Tekanan PKI terbit Surat Keputusan Presiden RI No.1/KOTI/1965 tertanggal 6 Januari 1965 tentang PEMBEKUAN PARTAI MURBA, dengan dalih telah Memfitnah PKI.
Tgl 13 Januari 1965 :
Dua Sayap PKI yaitu PR (Pemuda Rakyat) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) Menyerang dan Menyiksa Peserta Training PII (Pelajar Islam Indonesia) di Desa Kanigoro Kecamatan Kras Kabupaten Kediri, sekaligus melecehkan Pelajar Wanitanya, dan juga merampas sejumlah Mushaf Al-Qur’an dan merobek serta menginjak-injaknya.
Awal Tahun 1965 :
PKI dengan 3 Juta Anggota menjadi Partai Komunis terkuat di luar Uni Soviet dan RRT. PKI memiliki banyak Ormas, antara lain : SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia), Pemuda Rakjat, Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) BTI (Barisan Tani Indonesia), LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakjat) dan HSI (Himpunan Sardjana Indonesia).
Tgl 14 Mei 1965 :
Tiga Sayap Organisasi PKI yaitu PR, BTI dan GERWANI merebut Perkebunan Negara di Bandar Betsi, Pematang Siantar, Sumatera Utara, dgn Menangkap dan Menyiksa serta Membunuh Pelda Soedjono penjaga PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) Karet IX Bandar Betsi.
Bulan Juli 1965 :
PKI menggelar Pelatihan Militer untuk 2000 anggota'y di Pangkalan Udara Halim dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara”.
Tgl 21 September 1965:
Atas desakan dan tekanan PKI terbit Keputusan Presiden RI No.291 th.1965 tertanggal 21 September 1965 tentang PEMBUBARAN PARTAI MURBA, karena sangat memusuhi PKI.
Tgl 30 September 1965 Pagi :
Ormas PKI Pemuda Rakyat dan Gerwani menggelar Demo Besar di Jakarta.
Tgl 30 September 1965 Malam :
Terjadi Gerakan G30S/PKI atau disebut GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh) : PKI Menculik dan Membunuh 6 (enam) Jenderal Senior TNI AD di Jakarta dan membuang mayatnya ke dalam sumur di LUBANG BUAYA Halim, mereka adalah :
1. Jenderal Ahmad Yani,
2. Letjen R.Suprapto,
3. Letjen MT.Haryono,
4. Letjen S.Parman,
5. Mayjen Panjaitan dan
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo.
PKI juga menculik dan membunuh Kapten Pierre Tendean karena dikira Jenderal Abdul Haris Nasution. PKI pun membunuh Aiptu Karel Satsuitubun seorang Ajun Inspektur Polisi yang sedang bertugas menjaga Rumah Kediaman Wakil PM Dr. J. Leimena yang bersebelahan dengan Rumah Jenderal AH. Nasution.
PKI juga menembak Putri Bungsu Jenderal AH. Nasution yang baru berusia 5 (lima) tahun, Ade Irma Suryani Nasution, yang berusaha menjadi Perisai Ayahandanya dari tembakan PKI, kemudian ia terluka tembak dan akhirnya wafat pada tanggal 6 Oktober 1965.
G30S/PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang membentuk tiga kelompok gugus tugas penculikan, yaitu :
1. Pasukan Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief, dan
2. Pasukan Pringgondani dipimpin Mayor Udara Sujono, serta
3. Pasukan Bima Sakti dipimpin Kapten Suradi.
Selain Letkol Untung dan kawan-kawan, PKI didukung oleh sejumlah Perwira ABRI (TNI/Polri) dari berbagai Angkatan, antara lain :
Angkatan Darat :
1. Mayjen TNI Pranoto Reksosamudro,
2. Brigjen TNI Soepardjo dan
3. Kolonel Infantri A. Latief.
Angkatan Laut :
1. Mayor KKO Pramuko Sudarno,
2. Letkol Laut Ranu Sunardi dan
3. Komodor Laut Soenardi.
Angkatan Udara :
1. Men/Pangau Laksda Udara Omar Dhani,
2. Letkol Udara Heru Atmodjo dan
3. Mayor Udara Sujono.
Kepolisian :
1. Brigjen Pol. Soetarto,
2. Kombes Pol. Imam Supoyo dan
3. AKBP Anwas Tanuamidjaja.
Tgl 1 Oktober 1965 :
PKI di Yogyakarta juga Membunuh :
1. Brigjen Katamso Darmokusumo dan
2. Kolonel Sugiono.
Lalu di Jakarta PKI mengumumkan terbentuknya DEWAN REVOLUSI baru yang telah mengambil Alih Kekuasaan.
Tgl 2 Oktober 1965 :
Letjen TNI Soeharto mengambil alih Kepemimpinan TNI dan menyatakan Kudeta PKI gagal dan mengirim TNI AD menyerbu dan merebut Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dari PKI.
Tgl 6 Oktober 1965 :
Soekarno menggelar Pertemuan Kabinet dan Menteri PKI ikut hadir serta berusaha Melegalkan G30S, tapi ditolak, bahkan Terbit Resolusi Kecaman terhadap G30S, lalu usai rapat Nyoto pun langsung ditangkap.
Tgl 13 Oktober 1965 :
Ormas Anshor NU gelar Aksi unjuk rasa Anti PKI di Seluruh Jawa.
Tgl 18 Oktober 1965 :
PKI menyamar sebagai Anshor Desa Karangasem (kini Desa Yosomulyo) Kecamatan Gambiran, lalu mengundang Anshor Kecamatan Muncar untuk Pengajian. Saat Pemuda Anshor Muncar datang, mereka disambut oleh Gerwani yang menyamar sebagai Fatayat NU, lalu mereka diracuni, setelah Keracunan mereka di Bantai oleh PKI dan Jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya di Dusun Cemetuk Desa/Kecamatan Cluring Kabupaten Banyuwangi. Sebanyak 62 (enam puluh dua) orang Pemuda Anshor yang dibantai, dan ada beberapa pemuda yang selamat dan melarikan diri, sehingga menjadi Saksi Mata peristiwa. Peristiwa Tragis itu disebut Tragedi Cemetuk, dan kini oleh masyarakat secara swadaya dibangun Monumen Pancasila Jaya.
Tgl 19 Oktober 1965 : Anshor NU dan PKI mulai bentrok di berbagai daerah di Jawa.
Tgl 11 November 1965 :
PNI dan PKI bentrok di Bali.
Tgl 22 November 1965 : DN Aidit ditangkap dan diadili serta di Hukum Mati.
Bulan Desember 1965 :
Aceh dinyatakan telah bersih dari PKI.
Tgl 11 Maret 1966 :
Terbit Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberi wewenang penuh kepada Letjen TNI Soeharto untuk mengambil langkah Pengamanan Negara RI.
Tgl 12 Maret 1966 :
Soeharto melarang secara resmi PKI.
Bulan April 1966 :
Soeharto melarang Serikat Buruh Pro PKI yaitu SOBSI.
Tgl 13 Februari 1966 :
Bung Karno masih tetap membela PKI, bahkan secara terbuka di dalam pidatonya di muka Front Nasional di Senayan mengatakan :
”Di Indonesia ini tidak ada partai yang Pengorbanannya terhadap Nusa dan Bangsa sebesar Partai Komunis Indonesia…”
Tgl 5 Juli 1966 :
Terbit TAP MPRS No.XXV Tahun 1966 yang ditanda-tangani Ketua MPRS–RI Jenderal TNI AH. Nasution tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan penyebaran Paham Komunisme, Marxisme dan Leninisme.
Bulan Desember 1966 :
Sudisman mencoba menggantikan Aidit dan Nyoto untuk membangun kembali PKI, tapi ditangkap dan dijatuhi Hukuman Mati pada tahun 1967.
Tahun 1967 :
Sejumlah Kader PKI seperti Rewang, Oloan Hutapea dan Ruslan Widjajasastra, bersembunyi di wilayah terpencil di Blitar Selatan bersama Kaum Tani PKI.
Bulan Maret 1968 :
Kaum Tani PKI di Blitar Selatan menyerang para Pemimpin dan Kader NU, sehingga 60 (enam puluh) Orang NU tewas dibunuh.
Pertengahan 1968 :
TNI menyerang Blitar Selatan dan menghancurkan persembunyian terakhir PKI.
Dari tahun 1968 s/d 1998
Sepanjang Orde Baru secara resmi PKI dan seluruh mantel organisasiya dilarang di Seluruh Indonesia dgn dasar TAP MPRS No.XXV Tahun 1966. Dari tahun 1998 s/d 2015
Pasca Reformasi 1998
Pimpinan dan Anggota PKI yang dibebaskan dari Penjara, beserta keluarga dan simpatisanya yang masih mengusung IDEOLOGI KOMUNIS, justru menjadi pihak paling diuntungkan, sehingga kini mereka meraja-lela melakukan aneka gerakan pemutar balikkan Fakta Sejarah dan memposisikan PKI sebagai PAHLAWAN Pejuang Kemerdekaan RI. Sejarah Kekejaman PKI yang sangat panjang, dan jangan biarkan mereka menambah lagi daftar kekejamanya di negeri tercinta ini.
Semoga Tuhan YME senantiasa melindungi kita semua.....
JADIKAN SEJARAH INI PELAJARAN YANG BERHARGA
BUAT GENERASI YANG AKAN DATANG
Sabtu, 20 Agustus 2022
KISI-KISI BAHASA INGGRIS PTS GASAL 2022/2023
KISI-KISI BAHASA INGGRIS PTS GASAL 2022/2023
SMP Negeri 1 Wonogiri menyelenggarakan PTS genap tahun pelajaran 2022/2023 dimulai tanggal 5 September 2022 sampai dengan tanggal 10 September 2022.
Kisi-kisi atau garis besar materi yang akan diujikan untuk Mata pelajaran Bahasa Inggris Kelas VII, VIII, dan IX bisa di download pada link di bawah ini:
KISI-KISI KELAS VII DOWNLOAD DISINI
KISI-KISI KELAS VIII DOWNLOAD DISINI
KISI-KISI KELAS IX DOWNLOAD DISINI
Semoga bermanfaat. Good luck!
by trisnosolo
https://www.youtube.com/channel/UCXrpUBUWm9eEKlI1-9r8YFw/featured
Sabtu, 13 Agustus 2022
PENGENALAN LINGKUNGAN SEKOLAH
Pengenalan Lingkungan Sekolah
Terkadang siswa senior
memandang rendah siswa baru, merasa sok kuasa, gila hormat, dan memiliki misi
balas dendam.
Kolom | Solopos | 02 August
2022 06:07:53 WIB
Penulis : Sutrisno | Editor: Adib Muttaqin Asfar
Awal tahun pelajaran baru 2022/2023 semestinya
menjadi yang menyenangkan bagi setiap pelajar, apalagi bagi siswa baru. Menurut
Kalender Pendidikan Nasional, pelaksanaan pembelajaran dimulai pada 13 Juli
2022.
Siswa baru tentu membutuhkan pengenalan lingkungan
sekolah (PLS) awal supaya mereka bisa beradaptasi dan mengenal lingkungan
sekolah (akademis). Masa-masa inilah yang populer dengan sebutan masa orientasi
siswa (MOS) atau biasa disebut dengan ospek di perguruan tinggi. Sekarang,
namanya menjadi masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
Namun, seringkali PLS menjadi momok yang
menakutkan bagi siswa baru dan orang tua mereka. Sebab, dalam ajang tersebut
biasanya mereka diminta untuk membawa barang-barang aneh dan sulit.
Barang-barang aneh tersebut kemudian wajib dikenakan sebagai aksesoris
tampilan. Mereka juga disuruh melaksanakan tugas tertentu yang bahkan tak ada
hubungannya dengan urusan akademis.
Bahkan, beberapa kali sempat terjadi kekerasan
hingga berujung maut di ajang tahunan tersebut. Bukti perpeloncoan membawa
korban jiwa sudah dialami beberapa sekolah.
Pandemi
Covid-19 bukanlah penghalang untuk mewujudkan tujuan PLS. Karena bagaimana pun
pendidikan tidak hanya bagaimana menghadirkan siswa ke sekolah. Lebih dari itu,
pendidikan adalah soal sejauh mana sekolah mampu menghadirkan pengalaman dan
pengetahuan dalam rangka memperluas cakrawala interaksi siswa-sekolah, wawasan
siswa, dan menumbuhkan budaya akademis.
PLS diselenggarakan sebagai pengganti MOS. Adapun
dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) No. 18/2016
tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) Bagi Siswa Baru yang menggantikan
Permendikbud No. 55/2014 tentang Masa Orientasi Siswa Baru. Dalam pelaksanaannya,
PLS sekolah perlu menggelar kegiatan yang bersifat edukatif dan kreatif untuk
mewujudkan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan. PLS adalah kegiatan
pertama masuk sekolah untuk pengenalan program, sarana, dan prasarana sekolah,
cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur
sekolah.
Berpedoman pada Pasal 2 ayat (2) Permendikbud No.
18/2016, pelaksanaan kegiatan PLS bagi siswa baru adalah terdiri atas beberapa
hal. Di antaranya mengenali potensi diri siswa baru; membantu siswa baru
beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitarnya (antara lain terhadap
aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana prasarana sekolah); dan menumbuhkan
motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru.
Selain itu, mengembangkan interaksi positif
antarsiswa dan warga sekolah lainnya; serta menumbuhkan perilaku positif antara
lain kejujuran, kemandirian, sikap saling menghargai, menghormati
keanekaragaman dan persatuan, kedisiplinan, hidup bersih dan sehat untuk
mewujudkan siswa yang memiliki nilai integritas, etos kerja, dan semangat
gotong royong.
Kebijakan tersebut membawa angin segar pelaksanaan
PLS. Sebab, tidak ada celah bagi para kakak kelas atau senior melakukan aksi
balas dendam, perpeloncoan, dan perundungan dalam PLS. Selain itu, permendikbud
tersebut memberikan kesempatan bagi sekolah untuk merancang program PLS melalui
kegiatan pilihan yang disesuaikan dengan visi-misi sekolah, kebutuhan,
kebiasaan, manajemen, dan prosedur masing-masing sekolah. Bila dilanggar, sekolah
bisa dikenai sanksi berupa penurunan level akreditasi dan dihentikannya
bantuan. Bentuk sanksi lainnya adalah sekolah tersebut bisa digabung,
direlokasi, atau bahkan ditutup.
Siswa baru memang perlu menjalani orientasi agar
mengenal cara belajar dan kultur akademis di sekolah. Mereka perlu mengetahui
cara berinteraksi dengan kakak kelas, guru, karyawan, mencari literatur di
perpustakaan, atau mengenal organisasi yang ada di sekolah. Hanya, pengenalan
itu mestinya dilakukan dengan cara cerdas dan lewat arahan jelas dari sekolah.
Siswa baru, misalnya, bisa diminta ke lapangan
mengenal lingkungan dan komunitas sekolah, infrastruktur sekolah, berdiskusi,
berdialog, dan mencari strategi belajar. Sungguh berbahaya jika kegiatan PLS
diserahkan sepenuhnya kepada siswa senior. Terkadang siswa senior memandang
rendah siswa baru, merasa sok kuasa, gila hormat, dan memiliki misi balas
dendam. Jika ini masih jadi budaya di kalangan siswa, PLS berpotensi diwarnai
kekerasan fisik dan berujung maut.
Humanis
Saatnya menerapkan PLS dengan edukatif dan
humanis. Driyarkara (1980) menguraikan pendidikan merupakan homonisasi dan
humanisasi. Dengan kata lain, pendidikan berarti menjadi proses menjadi manusia
yang manusiawi. Drost (1998:2) menegaskan visi yang sama dengan Driyarkara,
yaitu memanusiakan manusia sebagai inti pendidikan. Proses memanusiakan manusia
terjadi demi kemandirian si individu bersangkutan, tetapi juga “demi masyarakat
karena manusia itu adalah manusia demi manusia-manusia lain”.
Oleh karena itu, pihak sekolah (kepala sekolah,
guru, dan tenaga kependidikan) harus punya kecerdasan dan program dalam
kegiatan PLS supaya peserta didik baru dapat mencapai kesuksesan dalam belajar.
Pertama, PLS harus didesain sebaik mungkin guna melahirkan siswa yang berkualitas.
Seluruh kegiatan PLS harus diorientasikan untuk memperkenalkan siswa baru akan
hakikat, fungsi, dan tanggungjawabnya pelajar yang seluruh sikap dan
perbuatannya berpijak pada moral-etika dan hukum yang benar. Selain itu,
sekolah perlu mendesain agenda program yang lebih menguatkan eksistensi diri
sebagai seorang pelajar.
PLS jangan menjadi ajang balas dendam,
penggencetan, perpeloncoan, dan transfer budaya kekerasan. PLS harus humanis,
konstruktif, berkarakter, dan bervisi pendidikan. PLS semestinya mampu
mengawali penyemaian pendidikan karakter seperti menjunjung tinggi kejujuran,
moralitas, etika, tata krama, sopan santun, kerja sama, gotong-royong, dan
tanggung jawab.
Nilai-nilai tersebutlah yang ke depannya menjadi
modal pembentukan generasi penerus bangsa yang beriman dan berilmu. Kondisi
yang lebih ideal adalah saat siswa baru mengambil peran penting dalam
memberikan solusi alternatif terhadap kompleksitas masalah yang dihadapi
masyarakat dan bangsa.
Kedua, kegiatan PLS harus benar-benar diawasi
secara ketat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Dengan
demikian, seluruh kegiatan bisa terarah dengan baik serta bebas dari kekerasan
fisik, mental, dan seksual. Pasal 5 ayat (1) huruf a permendikbud tersebut
menyatakan bahwa hanya guru yang berhak merencanakan dan menyelenggarakan PLS.
Di sinilah peran penting guru dalam memformulasikan kegiatan PLS, terutama
memberikan motivasi, pijakan, dan strategi belajar kepada siswa baru agar
tujuan pendidikan dapat tercapai. Semoga kegiatan PLS ini menjadi wahana
membentuk generasi emas Indonesia.
Esai ini ditulis oleh Sutrisno, Guru SMP Negeri 1
Wonogiri.
Artikel ini dimuat di Harian Solopos tanggal 2
Agustus 2022
Jumat, 24 Juni 2022
KURIKULUM MERDEKA
SUMBER REFERENSI KURIKULUM MERDEKA
3. TANYA JAWAB KURIKULUM MERDEKA
5. CAPAIAN PEMBELAJARAN MULOK BAHASA JAWA
6. MODEL LAYANAN BIMBINGAN KONSELING
7. PEDOMAN PENERAPAN KURIKULUM
8. DIMENSI PROFIL PELAJAR PANCASILA
9. PANDUAN PROJEK PENGUATAN PP PANCASILA
10. PANDUAN PEMBELAJARAN DAN ASESMEN
11. PANDUAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM OPERASIONAL
12. MODUL AJAR
13. CONTOH MODUL PROJEK PENGUATAN PP PANCASILA
15. WEBINAR IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA
16. BUKU PENGGERAK
17. STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TAHUN 2022
18. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN 2022
19. STANDAR ISI 2022
PPDB dan Nasib Si Miskin
PPDB dan Nasib Si Miskin
Oleh Sutrisno
Musim
penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran 2022/2023 telah tiba. Para
orangtua pun kembali disibukkan untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah dasar
(SD), sekolah menengah pertama (SMP) sederajat, sekolah menengah atas (SMA) dan
sederajat. Kini, rasio jumlah murid dengan kapasitas daya tampung sekolah sudah
tak lagi seimbang. Bagi yang memiliki kelapangan rezeki, masuk sekolah swasta
yang bermutu tentu tak jadi masalah. Tapi bagi orang kebanyakan, inilah saat
yang cukup menguras kantong. Apalagi jika jumlah anak yang mendaftar ke sekolah
baru lebih dari satu. Memang untuk kualitas ada harga yang harus dibayar.
Lantas,
bagaimana nasib orang miskin dalam PPDB? Sekolah murah (gratis), tanpa pungutan
dan semacamnya ternyata hanya ada dalam berita. Tanggung jawab pemerintah atas
seluruh rakyat tentang pendidikan, baru sebatas tertulis pada UUD 1945.
Nyatanya, untuk mendapat pendidikan seorang warga harus berjuang ekstra. Apa
yang tertuang dalam Pasal 31 ayat (1 dan 2) UUD 1945 bahwa Setiap warga negara
berhak mendapat pengajaran (ayat 1) dan Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (ayat 2), masih jauh dari
harapan.
Buktinya,
setiap memasuki tahun ajaran baru, para orangtua masih mengeluhkan mahalnya
biaya pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan menjadi kontroversi di negeri kita,
sehingga ada seorang anak yang bunuh diri karena tidak dapat membayar sekolah
menjadi cerita biasa. Jatuhnya korban luka, bahkan nyawa karena tertimpa
reruntuhan bangunan sekolah yang reot kerap menjadi sajian menarik di media
massa. Pendidikan memang perlu biaya, bisa diterima dan masuk akal, tapi tidak
masuk akal jika memperhatikan kehidupan masyarakat yang masih terjerat
kemiskinan.
Harus
diakui, saat ini masih terjadi ketimpangan dan ketidakadilan dalam dunia
pendidikan nasional. Misalnya, seorang pengusaha tentu akan memasukkan anak
mereka di sekolah mahal dengan berbagai fasilitas mumpuni. Dan, hal itu juga
merupakan gengsi tersendiri bagi orangtua karena sejajar dengan kesuksesan
materi yang dimiliki. Sekolah pun berlomba-lomba menyerap peluang ini dengan
memunculkan biaya mahal dengan fasilitas dan kualatas yang kompetetif.
Sedangkan seorang buruh tentu akan berpikir untuk menyekolahkan anaknya ke
sekolah favorit atau unggulan meskipun dari prestasi dan kompetensi terpenuhi.
Ukuran kemampuan finansial pun menjadi salah satu faktor untuk mendapatkan
akses pendidikan. Perlakuan yang adil terhadap anak bangsa ini untuk mengenyam
pendidikan yang standar, nampaknya semakin sulit diwujudkan.
Tak heran
jika Solopos edisi Kamis (2/6/2022)
membuat judul di halaman 1, “Yang Mahal Banjir Pendaftar”. Meskipun jadwal
pelaksanaan PPDB belum dimulai, para calon peserta didik baru telah mendahului
mendaftar dan gelombang inden memenuhi daya tampung yang disediakan sekolah.
Biaya pendidikan yang mahal tak lagi dipersoalkan. Salah satu penyakit yang
menjajah dunia pendidikan, adalah gaya atau kebijakan penyelenggaraan
pendidikan yang lebih menengok ke atas atau mengutamakan komunitas upper class, sementara golongan
masyarakat bawah (lower class)
termarjinalisasi dan digiring menjauhi hak edukasinya. Segelintir elite
dimanjakan dengan layanan pendidikan memadai, sementara tidak sedikit wong cilik yang dijauhkan dari zona
edukasi yang memanusiakan dan membebaskannya.
Dalam
konteks PPDB, sebagian anggota masyarakat yang berstatus miskin benar-benar
tidak berkutik atau kehilangan keberdayaannya saat harus berhadapan dengan
politik kapitalisme pendidikan atau penyelenggara penyelenggara pendidikan yang
memperlakukan pendidikan identik dengan jagadnya kaum berduit. Akibatnya,
masyarakat miskin di negeri ini tidak mendapat tempat untuk maju. Tak
terelakkan memang, itulah perkembangan di dunia pendidikan Indonesia.
Masyarakat
miskin memang tidak menyuarakan ketertindasan atau ketidakberdayaannya akibat
menjadi kelompok yang dimarjinalkan atau terbiasa menjadi korban “monster
pendidikan”, akan tetapi sikap ini tak seharusnya didiamkan terus menerus.
Mereka pun membutuhkan perlakuan memanusiakan dan egaliter dari penyelenggara
pendidikan, yang untuk elite penyelenggaraannya.
Kini,
masyarakat miskin sedikit bisa bernafas lega dengan hadirnya Peraturan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas. Sebab, norma hukum tersebut mengatur
bahwa penerimaan peserta didik baru berdasarkan domisili calon siswa. Sekolah
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik
yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah, paling sedikit sebesar
70% dari daya tampung sekolah (SD), 50% (SMP), dan 50% (SMA).
Nasib si
miskin bisa menikmati sekolah negeri yang berkualitas karena jarak rumahnya
sangat dekat. Akses pendidikan bagi si miskin akan lebih terbuka dengan sistem
zonasi. Akan tetapi, sistem zonasi perlu diikuti dengan pemerataan tenaga
pendidik dan infrastruktur pendidikan yang berkualitas pula. Di sisi lain,
apabila terdapat kecurangan dalam sistem zonasi penerimaan siswa, maka perlu
diambil tindakan hukum yang keras. Sebab, kecurangan dalam penerimaan peserta
didik baru akan merusak upaya pemerintah dalam mereformasi akses pendidikan
secara berkualitas.
Momentum
PPDB dan pergantian tahun ajaran saat ini mestinya bisa menjadi bahan
introspeksi semua pihak tentang masa depan pendidikan di negeri kita ini,
sehingga jiwa sosial aparatur pendidikan tergugah untuk menghentikan tindakan
yang memiskinkan masyarakat. Segenap elemen bangsa harus mencurahkan seluruh
energi untuk menata kembali potret buram dunia pendidikan kita. Konstitusi
telah mengamanatkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama dalam
mengenyam pendidikan dan mengikuti proses pembelajaran. Pendidikan harus
menjadi hak milik setiap anggota masyarakat tanpa kecuali.
Perlu
dibangun kesadaran kolektif dalam masyarakat untuk secara bersama-sama
membenahi dunia pendidikan kita yang terpuruk. Menyelenggarakan pendidikan
murah dan terjangkau rakyat merupakan salah satu amanat gerakan reformasi yang
telah mengantar para elite politik duduk di singgasana kekuasaan saat ini.
Jadi, tak ada alasan bagi mereka membuat kebijakan yang asimetris dengan amanat
gerakan reformasi itu.
*Penulis adalah Sutrisno, Guru SMPN 1 Wonogiri,
Domisili: Laweyan Pajang Solo
**) Artikel ini dimuat di Harian Solopos Hari Rabu tanggal 22 Juni 2022
Kamis, 09 Juni 2022
Senin, 06 Juni 2022
KISI-KISI BAHASA INGGRIS PAT 2021/2022
Penilaian Akhir Tahun 2021/2022
Mata Pelajaran Bahasa Inggris
Silahkan di download di bawah ini:
Selasa, 19 April 2022
Ramadhan dan Merdeka Belajar
Puasa pada bulan Ramadhan merupakan
wahana yang ampuh untuk internalisasi nilai pendidikan karakter ke dalam diri
anak-anak atau peserta didik. Dalam dunia pendidikan, puasa Ramadan bisa
dimanfaatkan sebagai momentum memperkuat karakter siswa. Saat ini pendidikan
karakter ialah salah satu hal yang dikedepankan dalam dunia pendidikan. Dunia
pendidikan tidak hanya menanamkan pengetahuan yang modern, tetapi juga berupaya
membangun keyakinan dan pembentukan karakter peserta didik yang mampu
mengembangkan potensi dalam diri mereka.
Konstitusi mengamanatkan pembentukan
insan cerdas secara intelektual, cerdas emosional, berkepribadian, berkarakter
nilai-nilai luhur dan agama. Dengan porsi dominan pada pendidikan karakter di
sekolah dasar, mata pelajaran lebih sedikit, menekankan konten, tematik dan
menempatkan guru sebagai inspirator; diharapkan mendorong lompatan-lompatan
pemikiran siswa. Kita mendukung prioritas pendidikan karakter sejak tingkat
dasar, mengingat keberhasilan seseorang 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan
emosional, dan hanya 20 persen ditentukan kecerdasan otak (IQ).
Lantas, bagaimana upaya membangun
pendidikan berkarakter dalam bulan Ramadhan? Pertama, pendidikan karakter harus dimulai dari keluarga. Keluarga
menjadi institusi penting dalam membentuk pendidikan berkarakter bagi anak.
Jika keluarga gagal melaksanakan tugas tersebut, sekolah akan mengalami
kesulitan untuk menangani anak didik. Institusi keluarga memiliki tiga fungsi
penting, yakni fungsi pendidikan, fungsi agama, dan fungsi ekonomi. Dalam bulan
Ramadan, anak bisa dilatih dan diajarkan dengan nilai kejujuran, kedisplinan,
kesabaran, amanah, dan jiwa sosial. Keluarga menjadi ujung tombak keberhasilan
pendidikan karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak
dalam memberikan pemahaman yang benar seputar karakter. Di bulan Ramadhan
inilah, seseorang yang menjalankanya bisa mengamalkan nilai-nilai karakter yang
luhur tersebut, sebab subtansi dari puasa sendiri pada dasarnya adalah
nilai-nilai karakter itu sendiri.
Kedua, kepala sekolah, pendidik (guru),
dan tenaga kependidikan yang berkarakter. Yaitu orang-orang yang mampu
menjunjung tinggi kejujuran, moralitas, etika, tata krama, dan sopan santun
yang ke depannya akan menjadi teladan bagi para siswa. Proses transformasi ilmu
pengetahuan kepada peserta didik dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral.
Pendidik yang menjunjung tinggi nilai moral akan mengutamakan nilai moral
ketika berlangsungnya proses tranformasi ilmu dan keterampilan kepada peserta
didik.
Pendidik harus dapat dijadikan
panutan oleh peserta didik, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga,
dan masyarakat. Melalui keteladanan itulah diharapkan siswa mampu menyerap dan
menginternalisasikan apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat dari
perilaku dan tindakan orang-orang di lingkungan sekolah ke dalam dirinya untuk
kemudian menjadi bagian dari kepribadiannya. Sekolah dan pihak terkait selama
Ramadhan dapat menyelenggarakan pesantren kilat atau kegiatan yang bernunasa
relegius, semisal tadarus, melatih siswa untuk kultum/khotbah, salat tarawih,
bhakti sosial, pelatihan zakat, dll. Dengan pembiasaan (conditioning) aktifitas di bulan Ramadan, maka terbentuk karakter
tersebut di luar bulan Ramadan. Sehingga ruh dan etos Ramadan senantiasa hadir
dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, pihak sekolah perlu membuat
semacam teknis pendidikan berkarakter. Pendidikan berkarakter bisa dimasukkan
menjadi bagian di dalam pembelajaran selama di rumah, rencana pembelajaran, dan
silabus yang dikemas di dalam kurikulum pendidikan semasa pandemi covid-19.
Serta membuat peraturan soal pendidikan karakter, misalnya: cara berpakaian,
dilarang merokok, bertato, dilarang menyebar foto/gambar yang tak pantas, dan
membawa barang-barang mewah dll.
Keempat, peran pemerintah. Disamping
memberikan dana, maka ada banyak hal yang semestinya dibenahi antara lain:
pemerintah harus berani memberhentikan kepala sekolah yang bertindak
diskriminatif, otoriter, dan menjadi raja-raja kecil yang tertutup, tanpa
memandang hubungan keluarga dan hutang politik, menindak tegas pelaku sogok
pada saat penerimaan siswa baru, para guru yang terlibat suap, birokrasi
sekolah yang menyusahkan rakyat miskin, dan pemberantasan pungli di lingkungan
pendidikan. Termasuk, menindak guru, kepala dan sekolah yang melanggar protokol
kesehatan sehingga membuat klaster baru sekolahan penularan covid-19.
Kebijakan dan implementasi
pendidikan yang berbasis karakter tentunya juga menuntut adanya dukungan yang
kondusif dari pranata politik, sosial, budaya, dan jati diri bangsa.
Pengambilan kebijakan pemihakan terhadap pembangunan karakter secara konsiten
ini mencerminkan karakter pemerintah yang sangat efektif dalam membangun
kesadaran dan semangat pelaku pendidikan. Jika hal tersebut di atas berhasil
dilaksanakan maka pemerintah akan semakin kuat legitimasinya sebagai garda
depan dalam pembentukan karakter.
Kelima, melibatkan masyarakat secara penuh
mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi. Makna karakter yang ingin
dibentuk pada peserta didik harus berasal dari masyarakat dan menjadi tanggung
jawab semua pihak, bukan hanya sekolah. Pilihlah pegawai pemerintah yang
eligible, berkarakter kuat, dan mau fokus dan bekerja keras dalam membangun
pondasi program ini. Program ini hanya bisa optimal jika penggeraknya adalah orang-orang
yang disegani karena dedikasi dan karakternya yang baik.
Pendidikan karakter sangat terkait
dengan kebijakan “Merdeka Belajar” yang di gagas Mendikbud Nadhiem Makarim.
Secara filosofi Merdeka Belajar berarti mengajarkan cara mendidik anak untuk menjadi
manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirnya, dan merdeka fisiknya.
Pendidikan karakter merupakan sarana efektif dalam mewujudkan merdeka belajar.
Merdeka belajar yang akan menciptakan SDM yang berkarakter unggul dan berakhlak
mulia. Di bulan Ramadhan ini, meraka para guru/tenaga pendidik penggerak,
kepala sekolah penggerak, pegiat pendidikan penggerak, dan semua orang
penggerak yang merdeka dalam pendidikan harus bergerak serentak mewujudkan
merdeka belajar. Mari ciptakan bangsa yang berkarakter dengan membenahi pola
pikir dan mentalitas kita selama ini dengan semangat merdeka belajar.
*Penulis
adalah Sutrisno, Guru SMPN 1 Wonogiri, Domisili: Jl Kencur Selatan I No 8 Pajang Laweyan Surakarta
*Artikel ini sudah diterbitkan oleh Harian SOLOPOS pada tanggal 13 Aril 2022.
Minggu, 03 April 2022
KISI-KISI PENILAIAN AKHIR SEMESTER GENAP KELAS IX
Kisi-Kisi Penilaian Akhir Semester Genap Kelas IX
Tahun Pelajaran 2021/2022
SMP Negeri 1 Wonogiri
DOWNLOAD disini
Tonton selengkapnya di
YouTube trisnosolo Channel
Semoga bermanfaat. Aamiin.
trisnosolo
Sabtu, 26 Februari 2022
KISI KISI PTS GENAP BAHASA INGGRIS TAHUN 2021/2022
Penilaian Tengah Semester (PTS) Genap Tahun Pelajaran 2021/2022
SMP Negeri 1 Wonogiri diselenggarakan tanggal 7 sd 12 Maret 2021.
Kisi-kisinya bisa di download pada link di bawah ini:
KELAS 7 DOWNLOAD DI SINI
KELAS 8 DOWNLOAD DI SINI
KELAS 9 DOWNLOAD DI SINI
Semoga anak-anak semuanya mendapatkan hasil yang optimal Aamiin.
Good luck !!!