NO WASTING TIME!

Mendamba UN yang Jujur

OPINI | Dimuat di Jurnal Nasional pada Senin 18 April 2011

Sertifikasi Otomatis Cetak Guru Profesional?

Dimuat di Harian Solopos pada Selasa 4 Nopember 2008

Wajah Bopeng Pendidikan Kita

Refleksi Hardiknas

Kaji Ulang Ujian Nasional

Dimuat di Jurnal Nasional pada Sabtu 11 Mei 2013

Setelah RSBI dibubarkan

OPINI | Sutrisno, Guru SMPN 1 Wonogiri

Minggu, 07 Maret 2010

Seks, kekuasaan dan etika politik

Harian Solopos Edisi Kamis, 04 Maret 2010

Oleh Sutrisno

Sebuah berita yang cukup membuat kita prihatin dan mengelus dada. Seorang anggota DPRD Klaten dituduh menghamili seorang janda berinisial WS asal Dukuh Gedongan, Desa Wonosari, Trucuk. Tuduhan itu terkuak setelah DPRD Klaten melakukan pemanggilan terhadap kuasa hukum perempuan itu pada Kamis (25/2).

DPRD Klaten meminta keterangan kuasa hukum janda itu terkait surat pengaduan yang diterima Dewan. Surat bernomor 017/ADV/AMS/YK/II/2010 itu berisi pengaduan tindak asusila yang diduga dilakukan oleh anggota Komisi IV DPRD setempat itu kepada WS. Dalam surat, dijelaskan, anggota DPRD Klaten itu dan WS diduga melakukan hubungan layaknya suami istri di salah satu hotel di Yogyakarta. Selain itu, hubungan juga pernah dilakukan di rumah WS. Akibat perbuatan keduanya, WS mengaku telah hamil selama empat bulan.

Atas tuduhan itu, anggota DPRD Klaten tersebut secara tegas membantah. Menurutnya, tuduhan yang diberikan WS beserta kuasa hukumnya itu tak berdasar. Tertuduh justru balik menuding WS dan kuasa hukumnya tengah mencemarkan nama baiknya dengan tuduhan itu. Dia menilai, tudingan tersebut bermuatan politis lantaran saat ini pihaknya tengah mencalonkan diri sebagai wakil bupati (Wabup) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang (SOLOPOS, 1 Maret).

Kasus di atas, seperti hendak mengukuhkan pemeo lama bahwa seks sangat lekat dengan kekuasaan, ibarat semut berjumpa gula. Penguasa sering semakin membumbung ketenaran dan cengkeraman kekuasaannya gara-gara seks. Sebaliknya seperti orang pun bisa jatuh terjungkal karena masalah seks. Sedangkan secara simbolis, seks yang selalu melibatkan tubuh, menyimbolkan relasi yang bisa setara antara si penguasa dan objek seksnya, namun juga bisa tidak.

Politik dan moral

Dalam relasi yang tidak setara itulah seks menyimbolkan penguasaan satu pihak pada pihak yang lain. Pemeo seks berelasi dengan kekuasaan seperti itu sudah mulai ada sejak sejarah umat manusia, sejak dulu hingga milenium ketiga Masehi sekarang ini. Jadi skandal seks anggota DPRD Klaten dan WS hanya repetisi dan akan terus terulang di masa depan dengan pelaku dan objek yang berbeda.

Politik berkaitan erat dengan kekuasaan dan ketatanegaraan. Hal itu sesuai dengan etimologi politik: politeia (negara) dan politicos (negarawan). Jika kita kembali melihat hakikat filsafat politik, semakin jelas politik dan moral saling interdependensi. Plato misalnya, mendefinisikan filsafat politik sebagai salah satu cabang etika (filsafat moral) sosial atau kemasyarakatan. Baginya, manusia sudah selalu berpolitik karena manusia tidak pernah terlepas dari negara (politeia).

Nicolo Machiavelli, seorang pemikir Italia yang hidup pada abad XV menyatakan, politics has no relation to morals. Pemikiran ini senada dengan pandangan Lenin dan Gladstone. Pandangan yang menganggap bawah politik adalah lembah yang kotor. Segala cara selalu menjadi halal. Satu yang menjadi tujuannya ialah dapat menaklukkan lawan politiknya.

Berbeda dengan pandangan di atas, Karl Popper, seorang ahli filsafat politik dari Inggris yang juga sangat dihormati di kalangan ilmuwan seantero dunia, berpendapat bahwa politik harus dimoralkan; bukan sebaliknya, moral dipolitisasi! Dalam arti, moralitas berarti konsisten berpegang pada pedoman hidup suatu masyarakat, terutama yang digariskan oleh agama (Ahmad Makki, 2007).

Dalam negara, hukum, tata aturan, norma pasti dirumuskan dan kemudian diberlakukan. Tujuannya adalah untuk mengatur aktivitas masyarakat, termasuk aktivitas politiknya. Dengan demikian, ini amat sejalan dengan pendapat Immanuel Kant yang mengatakan, moralitas dan politik tidak boleh dipisahkan satu sama lain. Moralitas adalah suatu praksis dalam pengertian objektif: keseluruhan hukum-hukum yang mengikat tanpa syarat, yang seharusnya kita jadikan acuan bertindak, kewajiban dan tanggung jawab.

Mundur

Kebijakan politik harus memperhatikan dimensi moral. Apa dampak dari kebijakan politik terutama secara sosial dan ekonomi. Begitu juga, seseorang yang terjun ke dunia politik termasuk anggota Dewan seharusnya berlaku moralis. Kalau tidak, mereka akan terjebak pada kepentingan pribadi, pencurian (korupsi) bahkan melegalkan yang ilegal. Dimensi moral berkaitan erat dengan “boleh atau tidak boleh”, jadi tekanan moral adalah dimensi etika (M Umar HS, 2009).

Kasus di Klaten tersebut mengindikasikan jauhnya dimensi etika yang ada dari para anggota Dewan kita. Bagaimanapun harus dipahami, etika politik tidak hanya menyangkut masalah perilaku politik dari para politikus. Tetapi etika politik berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik mengandung aspek individual dan sosial, di satu pihak etika politik sekaligus etika individual dan etika sosial dan institusi yang adil. Di lain pihak, etika politik sekaligus etika institusional dan etika keutamaan.

Berhubungan seks bukan dengan istri jelas selingkuh namanya. Rakyat Amerika Serikat sempat heboh ketika Presiden Bill Clinton dikabarkan berselingkuh dengan Monica Lewinsky. Gara-gara berita itu bocor ke publik, Presiden Clinton hampir saja dipecat (impeachment). Untung Clinton lolos dari upaya pemecatan waktu itu. David Blunket, Menteri Dalam Negeri Inggris, ketika karier politiknya telah kukuh selama 30 tahun akhirnya roboh oleh skandal selingkuh. Demikian pula Kovalyov, Menteri Kehakiman Rusia, yang pada 1997 dipecat karena tersebarnya foto-foto hot dia saat mandi sauna bersama para wanita tanpa busana, atau Bill Skate, Perdana Menteri Papua Nugini (1998), dengan foto-foto pesta seksnya.

Terkait kasus anggota DPRD Klaten ini, Badan Kehormatan (BK) DPRD Klaten perlu melakukan verifikasi dan klarifikasi serta penyelidikan kasus ini untuk mengetahui kebenarannya. Jika tuduhan terbukti, maka anggota DPRD Klaten tersebut harus dipecat sesuai dengan prosedur yang telah tertera dalam PP No 16/2010. Dan partai yang mengusungnya juga perlu bersikap tegas bila tetap ingin dipercaya oleh masyarakat.

Tapi, menurut saya, alangkah baiknya anggota DPRD Klaten tersebut mengundurkan diri sebagai anggota DPRD Klaten dan sebagai calon wakil bupati. Mengundurkan diri adalah penghormatan terhadap masyarakat yang menjunjung tinggi etika moral sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab terhadap etika politik, tanpa harus menunggu keputusan partai, lembaga parlemen, atau keresahan massa yang terorganisasi. - Oleh : Sutrisno, Pemerhati masalah sosial dan politik Guru SMPN 1 Wonogiri

Gerakan UN Bersih

Harian Joglosemar / Kamis, 25/02/2010

- Sutrisno

Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) memutuskan untuk mempercepat waktu Ujian Nasional (UN) 2010 satu bulan dari bulan biasanya. Dengan demikian, UN bakal dilaksanakan pada pekan ketiga Maret 2010. Keputusan tersebut diambil lantaran pada tahun yang sama, BSNP menggelar ujian ulangan. Ujian ulangan diberikan kepada siswa yang dinyatakan tidak lulus pada UN reguler. Kalau dahulu, siswa harus ikut Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK) atau mengulang tahun depan.
Penyelenggaraan UN ulangan untuk jenjang SD dan sederajat ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 74 Tahun 2009. UN ulangan jenjang SMP, SMA/SMK dan sederajat ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 75 Tahun 2009. Setidaknya tiga tahun terakhir, pelajar yang tidak lulus UN secara otomatis didaftarkan mengikuti ujian nasional paket. Langkah itu disesuaikan dengan anjuran pemerintah untuk mencapai target kelulusan dan percepatan proses pendidikan.
Meskipun kurang mengakomodasi kepentingan pelajar, peraturan itu diakui tidak merepotkan sekolah. Justru, sekolah akan kesulitan kalau harus menahan pelajar yang tidak lulus untuk mengikuti UN tahun selanjutnya. Selain meringankan beban sekolah, UN ulangan menguntungkan para pelajar dari pada ujian nasional paket C.
Dengan adanya UN ulangan, diharapkan tindak kecurangan tidak terjadi lagi. Sebab, siswa yang tidak lulus UN utama dapat mengikuti UN ulangan, dan tidak harus mengulang seluruh materi pelajaran yang diujikan dalam UN. Dalam pelaksanaan UN tahun lalu, siswa yang tidak lulus UN dapat mengikuti UN pada tahun berikutnya dengan mengulang seluruh mata pelajaran, namun dalam UN ulangan itu siswa cukup mengulang mata pelajaran yang tidak lulus.
Untuk menutupi kekurangan UN selama ini, Depdiknas telah menggagas sejumlah terobosan. Antara lain, pada akhir November 2009, Mendiknas Muhammad Nuh menandaskan bahwa UN bukanlah satu-satunya penentu kelulusan siswa. Selain UN, penilaian ujian yang dilakukan sekolah ikut menjadi penentu. Berikutnya, agar hasil UN kredibel, Depdiknas akan menambah porsi keterlibatan perguruan tinggi dalam pelaksanaan UN. Dalam UN 2010 ini, pengawas dari perguruan tinggi diperbolehkan mengawasi di dalam ruang ujian. Selain itu, pencetakan soal UN dan pendistribusiannya juga dilakukan perguruan tinggi. Terobosan lainnya, guru mata pelajaran tertentu tidak boleh menjadi pengawas ketika mata pelajaran yang diampunya sedang diujikan. Yang terbaru, Mendiknas akan membentuk satuan tugas (satgas). Tugas lembaga ini adalah membantu pengawasan UN di berbagai daerah.
Harus diakui bahwa pelaksanaan UN telah melahirkan penyimpangan. Hal itu disebabkan adanya keinginan untuk menaikkan gengsi suatu sekolah, untuk mengatrol ambisi guru dan kepala sekolah, serta untuk menaikkan popularitas dan “keberhasilan” bupati/wali kota/gubernur/kepala dinas pendidikan terjadilah pelanggaran kolektif. Para guru memberitahukan jawaban soal di menit-menit akhir ujian, membocorkan soal, mengirim pesan singkat melalui handphone, dan seterusnya.
Sejumlah akar permasalahan yang menjadi penyebab ketidakjujuran pelaksanaan UN antara lain; pertama, adanya kekhawatiran pihak sekolah dalam hal ini oknum guru, bahwa hasil nilai UN mata pelajaran yang dipegang sang guru akan berada di bawah nilai standar UN sebagaimana yang ditentukan oleh BSNP.
Kedua, adanya beban moral bagi guru pengasuh mata pelajaran UN untuk mengangkat nilai UN mencapai nilai standar yang sudah ditetapkan. Ini akan membawa nama baiknya bukan hanya di sekolah namun juga di mata sekolah lain. Ketiga, adanya kekhawatiran oknum pimpinan sekolah/yayasan akan banyak siswanya yang tidak lulus UN dan secara otomatis akan berdampak pada gengsi sekolah itu sendiri. Keempat, disinyalir ada campur tangan pihak-pihak lain yang terkait yang mendukung terjadinya ketidakjujuran dalam pelaksanaan UN.
Tanpa menyangkal bahwa gejala kemerosotan moral memang selalu terjadi, sulit untuk menutup mata terhadap penafsiran bahwa gejala itu menunjukkan rasa tidak percaya diri yang sedemikian besar dalam menghadapi UN. Karena itu, kecurangan UN adalah sebuah pemberontakan secara diam-diam (silent berayal) dari sekolah, siswa, dan guru terhadap pembuat kebijakan UN. Ketika protes terbuka bukan sebuah pilihan yang menarik dan menyiapkan diri dengan berbagai dril sekeras-kerasnya berakhir dengan frustrasi dan depresi, kecurangan UN adalah sebuah keniscayaan.
Yang dibutuhkan sekarang adalah gerakan UN bersih. Siswa harus mampu melampaui sistem evaluasi secara jujur sesuai dengan kemampuan. Meskipun kepala daerah, kepala dinas pendidikan, atau kepala sekolah, atau siapa pun yang membocorkan soal ujian itu, peserta ujian harus merasa malu menerima bocoran tersebut, sehingga mereka melaksanakan ujian sesuai kemampuan. Aparat berwajib harus menjatuhkan sanksi bagi pembocor ujian secara serius, bukan basa-basi, apalagi sekadar aksi di depan publik.
Semua pihak harus memberi roh kejujuran kepada siswa agar mereka merasa malu melakukan tindakan curang, bukan sebaliknya malah mengajarkan siswa menempuh jalan pintas. Sebab, sekolah pada hakikatnya simulasi hidup bernegara dan bertanah air. Pada kehidupan nyata, bangsa Indonesia sedang dihantui oleh sikap tak jujur, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang nyaris membangkrutkan negara. Jika tindak kecurangan tidak diputus sejak anak mengenyam pendidikan, niscaya gerakan hidup bersih, pemberantasan korupsi, dan pemberantasan mafia hukum percuma saja.
Pelaksanaan UN yang benar tidak bisa dilepaskan dari tegaknya nilai moral para insan pendidikan, dari mulai pejabat di dinas pendidikan, kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, para siswa dan wali murid, bahkan pimpinan daerah dan pimpinan negara. Dibutuhkan kemauan keras dari para guru dan kepala sekolah untuk dapat melaksanakan UN secara benar dan jujur. Selain itu, dukungan secara aktif dari Dinas Pendidikan setempat serta dukungan masyarakat akan sangat membantu gerakan UN bersih.
Termasuk, optimalisasi pengawasan yang dilakukan oleh petugas tim pengawas independen (TPI). TPI diharapkan bekerja secara profesional dan tidak sekadar formalitas menyaksikan pelaksanaan ujian. TPI harus menjaga idealisme, moralitas, kredibilitas, integritas, dan tanggung jawab dalam tugasnya. TPI dapat bekerja sama dengan satgas bentukan Mendiknas untuk mengawasi ujian di daerah.
Terakhir, UN 2010 harus menjadi titik awal gerakan UN bersih dan jujur. Gerakan UN bersih setiap tahun memang harus menjadi komitmen bersama.
Penulis adalah guru SMPN 1 Wonogiri, tinggal di Pajang, Laweyan, Solo.

Pengembangan Guru dan RSBI

SUARA MERDEKA / Wacana / 24 Februari 2010

•Oleh Sutrisno

WALI KOTA Solo Joko Widodo (Jokowi) berencana menghapus rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI). Terobosan Jokowi untuk menghapus RSBI begitu mengejutkan karena sampai saat ini belum ada daerah yang berani menghapus, bahkan beberapa daerah justru berkembang.

RSBI merupakan bentuk kesiapan masa depan bangsa dengan membekali siswa menghadapi tantangan global yang multikompetisi. Pelaksanaan rintisan sekolah tersebut merupakan amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Dalam Pasal 50 Ayat (3) UU itu disebutkan, pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

Hal ini dalam rangka menyongsong era globalisasi.
RSBI merupakan lembaga pendidikan yang disiapkan agar peserta didik kemudian bisa belajar secara aktif dan progresif. Rintisan sekolah itu cukup berperan mempercepat kemajuan belajar siswa ketimbang sekolah pada umumnya.

Kurikulumnya yang dirancang secara sempurna, dengan pola pengajaran yang sangat baik akan bisa mendorong siswa bisa sukses belajar sehingga mereka tidak ketingggalan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Akhirnya, keinginan menjadi anak cerdas benar-benar terealisasi dengan sedemikian nyata.

Pertanyaannya, haruskah RSBI dihapus? Hemat saya, RSBI di Kota Solo tidak perlu dihapus. Penghapusan bukan merupakan solusi bagi perkembangan pendidikan karena beberapa sekolah dinilai telah mampu menerapkan hal tersebut. Kalangan DPRD Solo juga menegaskan program itu tak bisa dihapus. Program tersebut merupakan amanah dari Pasal 50 Ayat (3) UU Nomor 20 Tahun 2003.

Pasal 61 Ayat (1) PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyatakan bahwa pemerintah bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu sekolah pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional.

Maka, yang ada adalah, RSBI perlu dievaluasi dan ditingkatkan kualitasnya. Evaluasi yang dilakukan tersebut, tidak harus ditindaklanjuti dengan penutupan dan penghapusan RSBI.

Sependapat dengan pengamat pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Prof Dr Ravik Karsidi MS bahwa untuk melakukan evaluasi tersebut, Pemkot Solo bisa membentuk tim penjaminan mutu yang independen, yang bisa memberikan masukan yang tepat untuk program rintisan sekolah itu.
Transparansi Selain itu, dalam pelaksanaan program RSBI itu juga diperlukan transparansi dalam rekrutmen calon siswa baru. Sebab, selama ini perekrutan siswa dilakukan secara terpisah dari penerimaan siswa baru. Karenanya perlu dipertimbangkan perlunya digunakannya sistem on line sebagaimana digunakan dalam PSB reguler. Termasuk, penyediaan kuota 30% siswa miskin dalam PSB.

Buku Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo memang baru digulirkan pada 27 Juni 2007.

Menurut pedoman, SBI merupakan sekolah/madrasah yang sudah memiliki seluruh standar nasional pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.

Secara normatif, aturan tentang RSBI sudah disampaikan namun satu hal pasti untuk mewujudkan tentu bukan perkara mudah dan asal berubah status atau tinngkat kualitas sekolah.

Harus juga diperhatikan ketentuan bahwa untuk mendapatkan predikat tersebut tidak mudah. Harus melalui proses panjang dengan syarat yang telah ditetapkan oleh tim penilai yang berasal dari pusat. Untuk mencapai SBI, tentunya sekolah dimaksud terlebih dahulu masuk dalam kategori sekolah standar nasional (SSN).

Sekali lagi, RSBI di Kota Solo jangan dihapus. Selanjutnya, upaya peningkatan mutu pendidikan di Kota Solo haruslah didukung dengan program pengembangan guru, kepala sekolah, dan manajemen yang dilakukan secara sistematis, terukur, dan berkelanjutan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pendidikan.

Pemahaman terhadap pentingnya pembangunan sumber daya kependidikan secara berkelanjutan itu harus ditanamkan pada setiap pengelola dan pelaksana kebijakan pendidikan di Kota Solo.(10)

— Sutrisno, guru SMP Negeri 1 Wonogiri