NO WASTING TIME!

Mendamba UN yang Jujur

OPINI | Dimuat di Jurnal Nasional pada Senin 18 April 2011

Sertifikasi Otomatis Cetak Guru Profesional?

Dimuat di Harian Solopos pada Selasa 4 Nopember 2008

Wajah Bopeng Pendidikan Kita

Refleksi Hardiknas

Kaji Ulang Ujian Nasional

Dimuat di Jurnal Nasional pada Sabtu 11 Mei 2013

Setelah RSBI dibubarkan

OPINI | Sutrisno, Guru SMPN 1 Wonogiri

Rabu, 03 Desember 2014

Menggugat Profesionalitas Guru

Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru. Ini menjadi momentum merefleksikan diri para pendidik tersebut. Dalam Indonesia Mengajar karya Anies Baswedan (2013), dikatakan menjadi guru itu mulia. Ditekankan pula, mendidik adalah tugas konstitusional negara. Tetapi sesungguhnya, mendidik merupakan tugas moral setiap orang terdidik. Guru bertugas menanamkan nilai-nilai kebaikan dan membentuk insan cerdas agar berilmu pengetahuan.

Guru diyakini sebagai salah satu penjamin keberlangsungan peradaban. Sebagai fasilitator ilmu dan keteladanan, guru-guru harus berkualifikasi serta berkompetensi. Good education requires good teachers (pendidikan yang baik memerlukan guru-guru yang baik pula). Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Di situ disebutkan, pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih, serta meneliti dan mengabdi masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Guru juga dituntut memiliki kompetensi. Pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru ada empat, yakni pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, serta menjadi teladan. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi-berinteraksi secara efektif-efisien dengan peserta didik sesama guru, orang tua siswa, dan masyarakat.

Selanjutnya, para guru yang telah disertifikasi mendapat tunjangan kesejahteraan. Dengan kata lain, pemerintah menambah tunjangan kepada para guru yang sukses sertifikasi. Pertanyaannya, apakah guru yang sudah sertifikasi lebih berkualitas dibanding sebelumnya?

Membuktikan

Guru harus membuktikan benar-benar profesional. Masyarakat mulai mempertanyakannya karena beberapa indikasi. Di antaranya ujian nasional yang curang, tawuran pelajar, kekerasan pada siswa, dan kualitas mengajar yang masih rendah. Itu semua membuat masyarakat meragukan profesionalitas guru dan hasil pembelajarannya.

Profesionalitas guru juga belum cukup hanya dengan dibuktikan lewat sertifikat karena hanya simbol. Profesionalitas hanya dapat diraih dengan perjuangan panjang dan berat. Usaha menciptakan profesi guru profesional sudah dilakukan pemerintah. Antara lain mensyaratkan seorang guru mengikuti akta IV dan pendidikan khusus lain agar bisa menjadi guru negeri di lingkungan pendidikan nasional. Berbagai aturan pun telah dikeluarkan guna mendorong guru-guru lebih profesional. Tidak banyak guru tergerak mau belajar menjadi profesional. Pemerintah kebingungan akan keadaan ini.

Kemdiknas era SBY akhirnya mengadakan Ujian Kompetensi Guru (UKG) guna mengetahui peningkatan profesionalisme setelah diberi tunjangan sertifikasi. Hasilnya masih jauh dari harapan pemerintah. Nilai guru-guru sertifikasi sebagian besar di bawah 70 (standar kelulusan). Guru-guru seperti itu seharusnya malu menghadapi murid karena tidak lulus UKG.

Geist (2002) mengatakan professionals are specialists and experts inside their fields. Their expertise is not intended to be necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside their specialties. Guru yang tidak berkualitas dari sisi pendidikan akademik maupun lainnya berdampak pada hasil. Karena itu, perlu meningkatkan kualitas pendidikan dan kemampuan guru.

Prinsip-prinsip profesionalitas guru tertera pada Pasal 7 UU Guru dan Dosen, di antaranya memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Berkomitmen meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak. Berkualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan tugas. Berkompetensi sesuai dengan bidang tugas.

Menjadi guru profesional tidak cukup sekadar berkualifikasi pendidikan. Dia juga memiliki soft skill dan kompetensi kepribadian utuh. Dengan begitu, dia dapat bekerja melaksanakan tugas. Dia harus menghayati mendidik sebagai panggilan hati nurani. Hanya dengan begitu, pengajar akan senang dan berbahagia sebagai seorang guru.

 Jerome S Arcaro, dalam bukunya, Quality in Education (1995): “The quality teacher is able to respond to new challenges, adapt to changing demands, and be true to his or her values and principles.” Mengajar bukan hanya menyampaikan yang telah didapat saat kuliah karena memerlukan kreativitas dan inisiatif untuk menemukan kebaruan di lingkungan sekitar. Jadi, mengajar bukan hanya proses transfer pengetahuan.

Dalam buku Karakter Guru Profesional karya Dr Hamka Abdul Aziz MSi (2012), dijelaskan bahwa guru profesional memiliki ciri-ciri enterpreneurship, self motivation, self growth, dan capability. Entrepreneurship artinya mempunyai kemandirian. Dia dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Kemandirian harus memancarkan kepribadian, kewibawaan, kejujuran, dan intelektual.

Guru profesional mampu memotivasi diri sendiri untuk berbuat dan berkarya yang terbaik. Self growth berarti berkembang mengikuti gerak zaman agar tidak ketinggalan. Capability sebagai kemampuan, kecakapan, atau keterampilan. Dia mampu mengelola waktu, menjiwai siswa, dan memotivasi murid.

Oleh sebab itu, saat memilih profesi ini, di dalam hati harus bercita-cita memberi yang terbaik bagi anak didik dalam proses belajar mengajar demi mencerdaskan bangsa. Harus ada semangat belajar tinggi dari para guru guna menunjang pengajaran, jangan sekadar mengejar sertifikasi.


Oleh Sutrisno


Penulis adalah seorang pendidik, mahasiswa pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Dimuat di Koran Jakarta  | Gagasan |  Rabu, 26 November 2014