NO WASTING TIME!

Rabu, 05 Oktober 2011

Penguatan Jati Diri TNI

Pada 5 Oktober 2011, Tentara Nasional Indonesia (TNI) merayakan hari jadinya yang ke-66. Momentum ini sejatinya diparadigma sebagai kesempatan akselerasi reformasi internal baik dalam struktur, kultur maupun doktrin. Salah satu wacana klasik nan kritis seputar reformasi TNI adalah penguatan jati diri sebagai Tentara Profesional sesuai amanat Pasal 2 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Profesionalisme TNI dalam defenisi yuridis normatif telah menunjukan perkembangannya khususnya dalam aspek depolitisasi militer dan supremasi sipil atas militer. Depolitisasi TNI nyata dalam fakta empiris mundurnya TNI aktif dari panggung politik legislatif sejak Pemilu 2004 serta pemisahan TNI dan kepolisian (Polri) dan pembagian tugas yang jelas. Sementara supremasi sipil atas militer terbukti dari dipangkasnya kekuasaan independen militer yang harus tunduk kepada kebijakan politik sipil serta diserahkannya Departemen Pertahanan di bawah kendali seorang pejabat menteri sipil.

TNI yang profesional berarti prajurit TNI dituntut untuk memiliki kemampuan yang andal dalam melaksanakan fungsi pertahanan. Pewujudan profesionalisme itu tentu harus didukung anggaran kesejahteraan yang memadai. Postur kekuatan TNI (khususnya jumlah personel dan alat utama sistem persenjataan) dirancang agar kondusif menghadapi ancaman yang semakin kompleks. Kemampuan prajurit TNI yang profesional dibentuk melalui program pembinaan doktrin, pendidikan dan latihan serta didukung modernisasi alat utama sistem persenjataan. Demikianlah kondisi ideal yang harus dipenuhi, bila TNI benar-benar ingin profesional dalam melaksanakan tugas.

Membentuk TNI yang profesional dan dedikatif yang menjadi tekad TNI tidak bisa terlepas dari konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pengaruh dari sistem dan dinamika perpolitikan nasional. Hal inilah yang harus menjadi pertimbangan TNI dengan jati diri sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara profesional untuk selalu dapat dicerminkan dalam pola pikir dan pola tindaknya.

Ahli filsafat Clausewitz menyatakan bahwa perang diselenggarakan oleh tritunggal antara pemerintah, militer, dan rakyat. Pemerintah menetapkan tujuan politik, militer menyiapkan diri sebagai sarana mencapai tujuan politik, sedangkan rakyat sebagai pendukung perang. Mengabaikan salah satu unsur tersebut akan berpengaruh pada perang itu sendiri. Oleh karenanya, pemberian otoritas kepada militer untuk melaksanakan keputusan politik haruslah merupakan jalan terakhir yang sudah dipertimbangkan dan diperhitungkan secara matang.

Sejalan dengan pandangan tersebut, TNI memiliki garis pembatas yang sangat tegas dalam ranah politik. Selaku alat negara, maka politik TNI adalah politik negara, bukan politik kelompok atau politik partai. Hal ini jelas menuntut agar TNI senantiasa mengedepankan profesionalisme dalam mengimplementasikan perannya sebagai bagian dari sistem kenegaraan. Dinamika politik yang sarat dengan kepentingan dan kecenderungan tarik-menarik antarelite politik harus dapat disikapi secara arif untuk menghindari keterjerumusan TNI pada situasi pelik.

Oleh karena itu, TNI harus selalu berpegang teguh pada prinsip untuk menempatkan kepentingan negara di atas segala kepentingan demi menjaga tetap kokohnya persatuan dan kesatuan. Mengambil posisi netral di antara seluruh partai politik. Di sisi lain reformasi TNI harus segera dituntaskan.

Sejak pemisahan TNI dan Polri serta keluarnya UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No 34/2004 tentang TNI, secara legal dan politik, kebijakan reformasi TNI telah menunjukkan kemajuan signifikan. TNI harus menjadi profesional, tidak berpolitik, tidak memegang jabatan publik, dan tidak boleh berbisnis. UU TNI juga menyatakan, dalam hal pelanggaran tindak pidana TNI tunduk pada peradilan umum. Bisnis-bisnis TNI juga akan diambil alih pemerintah dalam waktu lima tahun sejak berlakunya UU TNI tahun 2004.

Namun demikian, akhir-akhir ini beberapa kalangan menyoroti reformasi TNI yang dinilai kian melemah. Masalah keruwetan reformasi TNI sebenarnya terletak pada aspek implementasi yang melibatkan tiga pihak (stakeholders) yang saling terkait, yaitu Pemerintah, TNI, dan Masyarakat. Jika reformasi TNI melemah, kita tidak bisa langsung menyalahkan TNI. Konsolidasi otoritas politik di legislatif, eksekutif, dukungan partai politik, dan masyarakat sipil untuk melaksanakan reformasi harus terus dilakukan. Jalan panjang reformasi TNI harus ditempuh untuk profesionalisme TNI dan kehidupan politik yang demokratis (Edy Prasetyono, 2007).

Dalam kerangka reformasi TNI, TNI memerlukan pemahaman kembali jati dirinya sebagai prajurit Sapta Marga. Untuk itu, berbagai jalan agar ditempuh. Misalnya, meningkatkan harga diri profesionalnya dengan mengembangkan mutu dan kecakapan keprajuritan secara profesional, termasuk latihan-latihan dan penguasaan atas persenjataan modern. Hal-hal itu sekaligus untuk menunjang harga diri dan makna profesionalnya. Pemahaman perihal ilmu pertahanan dan kemiliteran diperlukan oleh profesinya dan sekaligus akan memperkuat harga dirinya. Semua itu akan bermuara pada kebanggaan profesinya sebagai prajurit dan kesadarannya untuk melindungi dan membela Tanah Air.

UU No 34/2004 tentang TNI masih butuh penyempurnaan. Keberadaan regulasi-regulasi politik ini diharapkan dapat memperkuat upaya menularkan prinsip-prinsip good governance ke sektor pertahanan. Implementasi prinsip-prinsip good governance ini dapat dijadikan titik awal menciptakan tentara profesional dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Namun yang lebih penting adalah keterlibatan semua pihak untuk menjaga TNI commited terhadap agenda reformasinya melalui kritik-kritik konstruktif.

Sekarang ini, yang diperlukan TNI justru membangun diri menjadi kekuatan pertahanan yang solid, profesional, modern dan komitmen pada politik negara. Agenda yang paling mendesak adalah memperbaiki teknologi, alutsista, dan kualitas personel, dan kesejahteraan anggota TNI. Kiranya, misi besar ini menjadi agenda utama TNI. Maka, sangat dibutuhkan dorongan semua pihak agar agenda besar itu bisa dituntaskan dengan baik. Dirgahayu TNI.

*) Sutrisno
Penulis adalah, Pemerhati masalah bangsa

Dimuat di Koran Jakarta | Selasa, 04 Oktober 2011

1 komentar:

Diaz mengatakan...

betul itu pak.....