NO WASTING TIME!

Minggu, 13 September 2009

Agenda buat SBY-Boediono

Agenda buat SBY-Boediono

Harian Sore WAWASAN / Friday, 04 September 2009

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) sudah menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono. Hasil resmi itu diumumkan setelah menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa Pilpres. Inilah hasil dari sebuah proses pemilihan secara langsung yang diharapkan membawa legitimasi dan sekaligus dukungan yang kuat dari rakyat. Apalagi perolehan suaranya begitu meyakinkan yakni lebih 60 persen sehingga menang satu putaran.

Kita mengapresiasi semua proses politik dan hukum yang berjalan dalam koridor demokrasi. Kini saatnya pasangan SBY-Boediono berkonsentrasi mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengubah segala proses yang prosedural itu menjadi substansial. Kerja keras dibutuhkan dengan mengoptimalkan segala potensi bangsa untuk menjadikan demokrasi prosedural menjadi demokrasi yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat dan tidak malah menjadi demokrasi yang beku sebagaimana dinyatakan George Sorensen.

Dalam konteks itu, SBY tidak boleh larut dalam pesta kemenangan, menepuk dada, dan lupa diri. Amanah yang telah diberikan rakyat kepadanya harus dijalankan, dijaga dengan penuh kesungguhan. Kemenangan SBY-Boediono dalam Pilpres satu putaran harus segera dibuktikan dengan melakukan beberapa agenda penting, seperti:

Pertama, program rekonsiliasi politik, yakni dengan mengajak kembali semua komponen bangsa, elit politik maupun massa pendukungnya, untuk saling bekerja sama dalam rangka membangun bangsa tanpa mempersoalkan afiliasi dan baju politik masing-masing. Luka politik akibat kekalahan dalam Pemilu Presiden perlu segera disembuhkan melalui program rekonsiliasi politik agar tidak menjadi beban psikologis yang bisa menjadi hambatan bagi efektivitas kinerja.

Bagi yang kalah (Mega-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto) masih sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang pemerintah, kontrol sosial, dan terjaminnya kehidupan demokrasi di negeri ini. Kita tidak boleh membiarkan pemerintah bertindak sendiri, memutuskan sendiri kebijakankebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Tokoh-tokoh inilah yang ke depan diharapkan bisa menjalankan peran-peran penting yang luhur dan mulia itu. Sistem checks and balances harus berjalan dengan baik agar semua kebijakan yang diputuskan pemerintah baru nanti benar-benar memenuhi aspirasi rakyat. Memimpin oposisi adalah posisi yang sama terhormatnya dengan presiden.

Kedua, menjalin hubungan yang sinergis dengan DPR. Memang, legitimasi SBY-Boediono sangat kuat, karena dipilih secara langsung oleh rakyat. Kohesi legislatif berupa koalisi 63 persen suara di parlemen yang mendukung SBY-Boediono akan menentukan efektivitas pemerintahan presidensial dalam memenuhi harapan pemilih. SBY harus menjaga kohesi legislatif dengan mengakomodasi mitra koalisi. PKS, PPP, PAN, dan PKB akan menuntut bagian karena telah mengurangi lawan politik SBY dengan cara mendukung pencalonannya, meski Partai Demokrat memiliki suara terbesar (20 persen).

Ketiga, menyusun agenda prioritas kerja. Sebagai konsekuensi dari koalisi, prioritas kerja yang awalnya disusun secara mandiri oleh SBYBoediono, harus disesuaikan dengan prioritas kerja yang awalnya ditawarkan secara terpisah oleh kawan berkoalisinya. Dalam politik, prioritas itu bukan sekadar tawaran tanpa warna ideologi. Di sini keduanya harus waspada. Bila tidak, bukan mustahil mereka akan didikte oleh kawan berkoalisi.

Sejalan dengan ini, SBY-Beodiono perlu membuat program kerja yang secara konsisten berpihak pada peningkatan kualitas kesejahteraan rakyat (pengentasan kemiskinan, pengurangan pengangguran, dan stabilisasi harga pangan) di tingkat akar rumput. Konsistensi pemihakan terhadap nasib rakyat kecil amat diperlukan agar SBY-Boediono tetap dapat merawat dan memperbarui legitimasi politik yang diperolehnya selama masa lima tahun.

Semua program tersebut sesungguhnya diperuntukkan dalam menolong rakyat miskin. Jika tidak dikelola dengan baik, tujuan mulia diadakannya program-program tersebut jelas akan sulit tercapai. Paparan program kerakyatan akan menjadi indah di panggung kampanye dan slogan, namun tumpul dalam implementasi. Masyarakat miskin, yang dalam ketidakberdayaannya, jangan diperlakukan tidak adil. Slogan pemerintah untuk memperhatikan nasibnya lewat terobosan programprogram kerakyatan harus benarbenar dibuktikan.

Termasuk, serius menjalankan program kerakyatan. Beberapa di antara program kerakyatan yang mengemuka berupa pendidikan gratis, biaya berobat gratis, pemberian bantuan langsung tunai (BLT), modal usaha hingga kredit multiguna. Satu gagasan baru memang tidak mungkin terlaksana sekejap waktu. Butuh Waktu. Butuh keseriusan. Di sinilah diperlukan keseriusan dan komitmen pemerintah. Perlu dipikirkan strategi dengan matang.

Presiden SBY pada pidato kenegaraan Pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2010 menyatakan, pemerintah tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan rakyat banyak. Ke depan, pemerintah akan berpedoman pada kebijakan pembangunan yang progrowth (propertumbuhan), propoor (pro dalam mengentaskan kemiskinan), dan projob (pro menciptakan lapangan kerja), sebagai prioritas utama. Kita berharap, pedoman itu benar-benar dijalankan sehingga Indonesia akan mampu menjadi negara yang benarbenar merdeka dan terbebas dari jeratan kemiskinan, pengangguran, dan utang.

Keempat, menyusun kabinet kerja. Zaken cabinet merupakan kemutlakan untuk membangun slim and lean government sebagai salah satu pilar good governance. Ini bukan perkara mudah dalam pemerintahan koalisi, sebab konsep koalisi selalu diikuti dengan kebutuhan bagi-bagi kekuasaan. Sudah bagus kalau SBY berhasil menerapkan fifty-fifty (50:50) formula dalam komposisi kabinet: separuh berisi kalangan profesional dan separuh dari partai koalisi. Formula itu mungkin sudah dibayangkan SBY ketika dia kukuh memilih Boediono sebagai cawapresnya.

Kepiawaian presiden terpilih membentuk kabinet profesional yang mampu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan apa pun akan sangat menentukan kehidupan lima tahun ke depan. Mengutip tajuk Suara Merdeka (19/8/2009), kalau di masa lalu kabinet kurang solid dan seringkali terpecah loyalitasnya maka mestinya sekarang lebih fokus. Ketidakkompakan antara Presiden dan Wakil Presiden yang sering mengganggu tidak akan terjadi ladi. Namun sangatlah diharapkan SBY sejauh mungkin bisa menyerap berbagai kritik dan masukan terutama soal gaya kepemimpinannya selama ini yang sering dikatakan terlalu menjaga citra, kurang berani, dan lambat dalam mengambil keputusan.

Itulah beberapa agenda penting buat SBY-Boediono. Semoga SBYBoediono mampu melaksanakan dan menuntaskan agenda tersebut. Laksanakan amanat rakyat, kerjakan!

Sutrisno
Guru dan pemerhati
masalah sosial-politik

0 komentar: